Sabtu, 01 September 2007

Teguh Pendirian (QAWAT edisi ke-16)

Assalamualaikum akhwat IC!
Alhamdulillah, ga terasa ya, udah masuk minggu ketiga di semester genap ini! Pasti udah pada balik ke kegiatan rutin seperti biasa, kan? Hehehe… oya sebentar lagi kita bakal memasuki minggu TB I lo! Bagi yang kemarin NK-nya banyak, ayo kita sama-sama berjuang buat mengurangi NK kita di semester ini! Jiayou (halah!)!
Nah, mumpung masih baru memasuki rutinitas kembali, Qawat mau kasih bahasan yang menarik nih! Mungkin sebagian akhwat IC pada bertanya-tanya kali ya, emang apa yang menarik dari teguh pendirian itu? Emang sih, kelihatannya sepele. Tapi seperti kata guru kimia kita, “Jangan pernah meremehkan yang lemah!” Teguh pendirian itu yang seperti itu, kecil namun bermakna dalam kehidupan kita. Coba kalo kita ga berteguh pendirian, kita bakalan gampang dipermainkan sama orang lain dan gampang terombang-ambing dalam menyikapi arus zaman yang semakin menjadi-jadi.
Lantas timbul pertanyaan, teguh pendirian seperti apakah yang patut kita pertahankan? Kalo apa yang kita pertahankan ternyata salah, apa yang harus kita lakukan? Gimana kalo yang kita pertahankan itu berbeda dengan orang-orang di sekeliling kita? Apakah kita harus berubah haluan dan mengikuti gaya mereka? Jika kita dijauhi oleh mereka gimana? Hehehe… penasaran, kan? So, pantengin terus Qawat dari awal sampai akhir, oke?

Adat Kita, Punya Kita
Sekarang, kita mulai bahasan kita ini dari esensi penciptaan manusia (waduh, berat banget nih bahasanya!). Seperti yang udah kita ketahui dari jauh-jauh hari sebelum Qawat ini terbit, manusia itu diciptakan berbeda-beda; ga ada yang sama biarpun sama-sama anak cucu Adam dan berspesies Homo sapiens. Semua punya ciri khas masing-masing, meskipun mereka adalah anak kembar yang secara fisik bagai pinang dibelah dua. Yang ini pasti dong udah pada mengerti?
Karena berbeda-beda itulah, maka ga ada orang yang isi kepalanya sama. Ya, ya… walaupun di Biologi kita belajar bahwa otak kita itu dibentuk dari seperangkat alat yang sama, tapi karena Maha Kuasa Allah yang sangat keren, maka apa yang kita hasilkan dari otak tersebut bisa beda dari orang lain. Contohnya kalo kita lagi mengerjakan Matematika atau Fisika, meski jawaban kita sama teman kita sama namun bisa diperoleh dari cara yang berbeda dan pola yang berbeda. Subhanallah!
Perbedaan cara pandang dan pola pikir itu disebabkan karena banyak faktor; umumnya lingkungan, karena lingkunganlah yang membentuk kita menjadi kita yang sekarang. Bagaimana ia diperlakukan oleh lingkungan sekitarnya, akan direspons lewat cara berpikirnya. Kalo anak kecil sewaktu kecil selalu dibentak-bentak, ga mustahil kelak ketika ia telah dewasa bisa menjadi pemarah juga, gitu lo!
Dari cara pandang dan pola pikir inilah yang akan menyebabkan munculnya persepsi yang berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lain dalam menyikapi masalah yang sama. Kalo si A bilang X, mungkin B bisa bilang Y dan si C bakalan ngomong Z.
Cikal bakal sikap teguh pendirian lahir dari sini. Teguh pendirian bisa diartikan sebagai sikap yang memegang secara kuat apa-apa yang kita anggap benar.
Akan tetapi (lagi-lagi!) karena setiap orang itu ga sama dalam pola pikir dan kepentingan, maka acuan kebenaran seseorang itu ya beda juga alias ga sama.
Hah? Jadi acuan yang bagaimana dong yang bisa kita pegang sebagai pegangan kebenaran?

Agama, Diri Sendiri dan Masyarakat
Yang pertama yaitu agama. Sebagai umat Muslim, agama Islam yang kita anut dengan kitabnya Al-Quran merupakan pegangan kebenaran mutlak yang ga bisa dibantah. Semua lini kehidupan dibahas di sana dan kita harus mempercayainya, karena kita beriman bahwa Al-Quran adalah wahyu Rasulullah yang dikirim langsung dari Allah lewat perantara malaikat Jibril. Al-Quran yang membahas seluruh aspek kehidupan, tentu ga membahas seluruh masalah secara mendetail. Maka lahirlah hadits-hadits yang dirawi oleh imam-imam terkemuka dengan pemberlakuan sistem sanad-matan agar menjaga keasliannya. Selain itu, masih ada fatwa-fatwa ulama yang dikeluarkan berdasarkan ijtihad.
Gals, hidup mati kita ini kan untuk Allah, ya ga sih? Jadi, setiap apa yang kita lakukan tiap hari itu dikembalikan lagi kepada Allah. Apakah apa yang kita lakukan itu untuk menambah kedekatan kita kepada Allah? Apakah apa yang kita pertahankan itu Allah sukai dan sesuai sunnah serta tuntunan Rasululullah?
Ini dia, kalo misalnya sesuai, ayo perteguhlah pendirian kita! Sebab, kita sebagai Muslimah wajib untuk istiqamah, mempertahankan jilbab kita, misalnya.
Selanjutnya yaitu mengacu kepada diri sendiri. Kok diri sendiri? Iya, soalnya yang tahu itu baik dan benar buat kita kan kita sendiri. Orang lain mana tahu sama kepentingan dan kebutuhan kita?
Mari kita berandai-andai. Misalnya kita udah buat jadwal buat hari Minggu pas reguler akhwat. Coz kita di asrama aja, maka kita merencanakan untuk belajar Kimia, mencuci baju dan menyetrika. Lalu, datang teman kita mengajak kita untuk nonton. Terus, tanpa berpikir panjang, kita ayo aja tancap gas meninggalkan kamar. Padahal, sebanyak itu pekerjaan yang akan terabaikan dan kita tahu pekerjaan-pekerjaan tersebut harus dilaksanakan segera. Kalo ga, kita bakal keteteran di minggu selanjutnya. Ga belajar Kimia, padahal hari Seninnya ada TB terus ga mencuci baju padahal baju kotornya udah dua ember dan ga menyetrika padahal kita butuh seragam untuk sepekan ke depan.
Nah kan? Yang tahu sesuatu itu baik dan benar untuk kita itu ya kita-kita sendiri. Teman kita mah, kalo mengajak nonton juga ajak-ajak aja, ga kepikiran sama apa yang udah kita rencanakan. Coba kalo kita mau mengorbankan ajakan nonton itu. Emang sih, rasanya ga enak karena ditinggal sama teman dekat. Namanya berkorban, Semua pengorbanan itu butuh konsekuensi. Namun, yang kita dapatkan juga insya Allah mendekati atau sama dengan prediksi kita. Kita jadi ga remedial dan belajar menjadi lebih tenang sebab pekerjaan domestik telah selesai kita kerjakan. Hidup ga diburu-buru waktu dan kita bisa mengatur waktu dengan baik. Bisa jadi, kala teman kita yang nonton itu sibuk dikejar deadline tugas, kita tinggal tidur atau bisa mengerjakan hal lain yang lebih bermanfaat.
Terakhir adalah acuan untuk kepentingan bersama masyarakat. Sebenarnya, acuan ini lebih pantas ditujukan kepada pemimpin-pemimpin masyarakat. But, buat dijadikan pelajaran bagi kita ga masalah sih! Contoh yang paling konkret (bukan kornet, hehehe…) adalah di IC, lewat pukul sepuluh malam, dimohon untuk ga berisik. Bagi sebagian oknum yang suka akan keberisikan tersebut (suka ngobrol dan ketawa keras-keras) mungkin rada menderita. Tetapi, lebih banyak orang yang menginginkan ketenangan pada waktu tersebut sebab banyak yang tidur, salat Tahajud dan belajar. Jadi, walaupun keputusan itu ga disukai oleh beberapa oknum, hal itu baik dan dianggap benar untuk dijalankan karena menyangkut kenyamanan umum, gitu!

Teguh Pendirian ≠ Keras Kepala
Akhwat IC yang smart and gaul (iya apa? Hehehe…), asal akhwat IC tahu aja, teguh pendirian itu ga sama dengan keras kepala. Yang Qawat maksud di sini itu bukan keras kepala yang positif, tapi keras kepala yang negatif.
Seperti kalo ada orang yang udah jelas-jelas terbukti bahwa apa yang ia pertahankan itu salah tapi tetap aja ngotot dan malah cari-cari alasan yang kurang logis dan bijak dalam menghadapi “kekalahannya” tersebut. Orang-orang di sekitarnya pasti langsung ga suka lihat dia dan jadi ga respek sama apa yang dia perbuat. Gimana mau respek, kalo dia mainnya ga sportif, maunya menang sendiri, ga mau dengar pendapat orang lain yang mungkin malah bisa membantunya menjadi lebih baik lagi.
Yah, tapi namanya orang susah dinasehati, dia malah mencari pembenaran atas kesalahan yang dia perbuat itu. Kalo seperti itu, gimana orang ga males buat menegur dia di lain waktu? Orang yang tadinya perhatian ke kita akan menjadi ga perhatian karena kita terlalu sering membuat dalih dan alasan-alasan yang ga perlu serta Cuma buang-buang waktu.
Instropeksi dirilah yang memegang peranan penting dalam memadam gejolak ini. Dipikirkan lagi deh tuh, apakah tindakan yang kita bela mati-matian itu udah benar atau belum? Apakah kita benar-benar mempunyai alasan yang cukup kuat untuk mempertahankan hal tersebut lebih jauh? Apa yang akan terjadi kalo kita tetap berteguh pendirian terhadap sikap itu? Tanyakan pertanyaan tersebut pada nurani kita, jangan pada nafsu sesaat doang! Dipikirkan baik-baik dengan hati yang jernih dan lapang juga jangan lupa berdoa. Insya Allah bakalan dibantu oleh Allah.
Jika kita merasa apa yang kita pertahankan itu benar adanya, kita ga usah ragu! Inilah saatnya untuk berteguh pendirian terhadap yang kita pegang sendiri walaupun mayoritas orang menentang kita. Keep istiqamah, gals! Sulit sih, tapi seru! Bayangkan, gimana kita bisa survive padahal pendukung kita sangat minim! Mirip Tarzan kan? Hehehe… maksud Qawat, Tarzan kan tinggal di hutan belantara, di mana ga mungkin ada manusia yang bisa bertahan hidup di antara binatang-binatang buas. Pada ceritanya, Tarzan bisa-bisa aja tuh bertahan, bahkan dia bisa menaklukkan makhluk-makhluk besar seperti gorila dan singa. Kita juga harus bisa kayak Tarzan, mempertahankan pendapat kita di antara orang-oarang yang ga setuju sama kita. Bahkan kalo bisa, kita yang membuat mereka “takluk” terhadap kebenaran yang kita pegang (sesuai dengan agama tentunya).
Kalo salah gimana dong? Kan gondok tuh? Rasanya mau ngumpet aja, kan malu banget lagi!
Santai! Saat kita bersalah, akui aja! Jangan takut malu, kan pakai baju ini (hehehe…). Udah fitrahnya lagi, manusia itu tempat salah dan dosa. Justru kalo ga pernah salah, bukan manusia namanya! Waduh, patut dicuragai tuh, itu makhluk apaan!
Tapi bukan berarti karena kita tempat salah terus kita berleha-leha aja tanpa ada perbaikan ke arah yang lebih baik! Ingat-ingat lagi ya, akhwat IC! Menjadi lebih baik adalah KEWAJIBAN seorang Muslimah sejati.
Pesan Qawat yang terakhir: percayalah pada diri kita sendiri tentang apa yang kita anggap benar! Be yourself then let your soul speaks what do you want!

Wassalamualaikum!

Tidak ada komentar: