Sabtu, 01 September 2007

kecil dan Bermanfaat (QAWAT edisi ke-17)

Assalamualaikum akhwat IC!
Alhamdulillah, di musim hujan yang telat datangnya ini kita masih bisa bersua kembali di edisi Qawat yang ketujuh belas! Idih, ga nyangka kan? Iya sama, Qawat juga ga sadar udah banyak edisi yang Qawat keluarkan untuk memandu akhwat IC sekalian dalam rangka mencapai cita-cita kalian yaitu menjadi wanita salehah dunia akhirat (amin…). Tapi percaya deh, Qawat ga bakal bosen kok ketemu dengan kalian dan menginformasikan hal yang bermanfaat bagi kalian semua! Bagi yang mau kasih kritik dan saran, ga usah ragu, ayo kasih aja ke kita, redaksi Qawat. Mau kirim artikel juga boleh, kalo menurut kalian ada artikel yang harus diketahui oleh semua akhwat IC! Kita terbuka banget kok! So, jangan malu-malu kucing gitu dong! Ditunggu nih, masukkannya!
Musim hujan itu ya sama kayak musim banjir. Rumah-rumah tergenang, harta benda rusak. Duh, Qawat miris deh lihat yang seperti itu. Akhwat IC ada yang rumahnya kena banjir ga? Qawat yakin, walaupun akhwat IC semua menginginkan sekolah ini kebanjiran (biar libur maksudnya! Emang Qawat ga tahu? Hehehe…) dan kita dipulangkan ke rumah, namun pasti ga pada ridha kalo rumahnya sendiri kebanjiran. Hehehe… karma tuh! Makanya, jangan berharap yang jelek-jelek terjadi sama IC! Biar IC begini, tapi ini kan rumah kalian juga. Ya, kita berdoa aja lah, moga-moga IC dan rumah kita ga kebanjiran! Adil kan?
Qawat sih bukan mau membahas tentang banjir. itu Cuma intermezzo aja (wah, intermezzo kok panjang banget!). Qawat mau menurunkan masalah tentang amalan baik. Nah, bahasannya cukup jauh kan, dari banjir?
Seperti yang semua akhwat IC ketahui, semester genap tuh puncaknya seluruh perjuangan. Kelas X dan XI bekerja keras buat menyukseskan acara-acara proker OSIS serta naik kelas dan kelas XII berjuang untuk mendapatkan PT yang diidamkan. Biasanya nih, karena saking konsentrasinya ke pekerjaan, amalan-amalan baik sering kita lupakan begitu aja dan makin meluntur di akhir semester genap. Ngerti sih, sibuk emang. Mau menambah amalan baik, tapi waktunya full, ga ada yang kosong.
Nah, tapi sebagai Muslimah kita kudu lebih baik dari kemarin! Untuk itu Qawat mau kasih tips amalan-amalan baik nan kecil serta ga menyita waktu! Mau tahu?

Meluruskan Niat
Bagi yang baca edisi Qawat ketiga belas (yang mana tuh? Itu lo, yang judulnya “Dan Atid pun Menangis (I)”), waktu bangun pagi-pagi, sang tokoh langsung ngibrit ke masjid karena takut dapat poin! Hmm… kira-kira, yang kayak gitu perbuatan baik ga sih?
Waa… it’s a big no-no, gals! Masak kita ke masjid karena poin sih? Emang orientasi hidup kita poin shalat berjamaah? Salah atuh, yang benar itu orientasi hidup kita hanyalah ke Allah Azza wa Jalla only. Poin shalat itu diadakan buat MENDIDIK kita BUKAN TUJUAN UTAMA kita.
Itulah gunanya meluruskan niat. Sewaktu kita memulai hari, luruskan niat bahwa apa yang kita lakukan seharian penuh hanyalah untuk mengharap pamrih dari Allah. Lagian, akhwat IC kan udah pada tahu semua, kalo apa yang kita lakukan itu segalanya bergantung pada niat awal semula. Kalo semuanya berpulang pada niat, saat kita tersesat kita bisa balik karena punya pegangan awal.
Contohnya nih, ketika ngobrol bareng, tanpa sengaja kita ikut-ikutan ghibah. Karena dari pagi kita berniat untuk melakukan semua hal hanya karena Allah semata, kita jadi sadar dan menjauhi forum ghibah itu. Kalaupun ga sadar alias khliaf, insya Allah kita masih punya pahala sebab niat baik kita dicatat sebagai pahala oleh Rakib.
Keuntungan lain dari meluruskan niat adalah kalo sejak awal kita berniat untuk hidup di jalan Allah, maka ketika maut menjemput, insya Allah kita sedang berjuang di jalan Allah. Masih ingat kan, sama cerita pembunuh yang taubat itu?
Ya, kalo mau diibaratkan sih, niat itu rel dan apa yang kita kerjakan itu keretanya. Kalo kereta udah punya jalur rel, maka kecil kemungkinan kereta bakal jalan di luar jalur. Kecuali kalo kecelakaan.

Ramah Tidak Marah
Ramah? Hmm… kayaknya anak IC identik sama sifat ramah sebenarnya. Ga percaya? Tengok deh, kita punya budaya yang bisa kita banggakan yaitu budaya salam. Meski sekarang udah mulai luntur (ehem… ayo dong, dipergiat lagi ucapan salamnya! Jangan waktu MOS aja kita rajin salam!), namun tetap saja orang luar mengenal IC lewat ini.
Salam itu dekat dengan saudaranya yang lain yaitu senyum. Salam sih emang yang paling utama, soalnya di dalamnya mengandung doa. Nah, tapi salam tuh ga asik tanpa senyum. Salam tanpa senyum? Hambar rasanya dan kelihatannya kurang ikhlas gitu! Kesannya orang itu tuh jutek banget, senyum sedikit aja ga mau, iya kan? Pelit amat!
Lagipula, senyum itu ibadah, kan? Jadi, luangkanlah sedikit sisa tenaga buat menarik kedua mulut kita untuk membentuk sebuah senyuman. Beneran deh, ga rugi kok!
Kedua, kurangi marah! Marah itu menghabiskan energi kita! Marah membuang orang yang mendengarnya sakit hati! Marah membuat masalah tambah runyam! Marah? Ga banget deh!
Hehehe… sebelum kita marah, ada baiknya kita menempuh jalur baik-baik dulu. Jangan asal marah-marah aja!
Terus, energi marah kita itu bisa disalurkan buat hal-hal yang bermanfaat lo! Kalo kita marah, ambil aja pensil terus bikin cerpen tentang hal yang menimpa kita itu! Wow, dijamin hasil ceritanya lumayan en dramatis abis! Hehehe… ya iyalah, based on the fact gitu lo! Bisa dikirim tuh ke redaksi majalah. Jika dimuat, dapat honor terus traktir teman-teman! Wah, jadi happy ending, kan?
Masih banyak cara untuk menyalurkan marah secara positif. Yang di atas tadi Cuma salah satu contohnya aja, kok!

Menghormati Guru
Guru? Digugu dan ditiru. Pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi kok killer ya? Terus nyebelin lagi! Uurrgghh…!
Hehehe… akhwat IC, akhwat IC (sambil geleng-geleng kepala)! Butuh waktu berapa lama lagi sih untuk membuat kalian dewasa dalam menyikapi permasalahan hidup (waduoh, bahasanya berat bo!)?
Akhwat IC, guru adalah pintu ilmu bagi kita. Tanpa mereka, kita ga bakalan bisa mengenal dunia dan sesisinya. Tanpa mereka, kita ga bakalan mempunyai bayangan tentang harapan kita. TANPA MEREKA, KITA ADA TAPI TIADA (karena kita ga mengetahui apakah sebenarnya dunia yang kita tempati ini). Buku emang bisa memberikan kita ilmu, tapi buku berbeda dengan guru. Buku ga bisa ditanyai, buku ga bisa diajak berdiskusi.
Yang buat Qawat sedih adalah, makin ke sini, guru semakin ga dihormati. Beliau-beliau semakin sering diumpat, dicela, dighibahi. Bukan sekali-dua kali Qawat menangkap basah ada di antara kita sedang mengungkapkan kekesalannya pada guru sambil mencemooh. Naudzubillahi min dzalik… mulai dihilangkan tuh, kebiasaan kayak gitu! Ga baik!
Untuk masalah ini, Qawat Cuma berpesan satu hal, hormati guru kita walaupun ia telah menjadi musuh kita. Setidaksukanya kita kepada guru, penghormatan kepada mereka tetaplah hal yang wajib dikerjakan oleh murid mereka. Guru dalam hal apapun, yang kita anggap ga penting sekalipun. Lewat merekalah, kita bisa dinaikkan derajatnya di hadapan Allah karena ilmu yang mereka berikan kepada kita.

Ga Ribut di Masjid
Dari dua puluh empat jam yang Allah beri ke kita, percaya ga kalo kita meluangkan lebih banyak waktu untuk urusan dunia daripada urusan akhirat? Padahal kita tahu bahwa kehidupan yang lebih abadi ya adanya di akhirat.
Di waktu-waktu sempit inilah, harusnya kita memaksimalkan keberadaan kita saat di masjid, untuk bersujud kepada-Nya, untuk bermunajat kepada-Nya, bukan sekedar untuk menghindari poin.
Karena itulah, saat kita sedang wirid atau baca Al-Quran, mbok ya betul-betul dimanfaatkan gitu lo! Jangan ngobrol aja. Beneran deh, ngobrol itu masih bisa dilakukan di tempat manapun di IC ini. Di kamar, di kelas, di kantin, di mana-mana, asal bukan di masjid saat wirid dan ngaji.
Wirid dan ngaji itu kan menghadap Allah. Mohon benar-benar dikhusyu’i, dinikmati. Minta ampun atas segala dosa-dosa kita. Dengan mengobrol, kita tuh mengganggu orang lain yang ingin khusyu’ lo! Jadi, bukannya ampunan yang kita dapatkan, jangan-jangan malah dosa kita bertambah. Bagitu juga kalo udah iqamat. Sst… volume suaranya tolong dong dikecilin!
Naa… kalo semua tenang kan, semua senang. Yang doa bisa khusyu’, yang ga ngobrol juga bisa tambah pahalanya. Subhanallah!

Memaafkan Orang Lain
Tips terakhir dari Qawat dalam edisi kali ini adalah kita harus belajar untuk memaafkan orang lain. Kenapa?
Iya, Qawat tahu, sulit untuk memaafkan orang lain, apalagi kalo salahnya udah besar banget sama kita dan sukar untuk dilupakan. Sakit dan perih bercampur jadi satu. Mau ga dimaafkan kok kejam banget, dimaafkan juga nanti dia-nya malah keenakan. Membalas perlakuan “kejam” dia dengan sebuah maaf? Iih… ga lah yaw!
Naa… karena berat itulah, kekuatan maaf itu dahsyat banget! Emang di mana sih kekuatannya? Ya jelas dong, kekuatannya terletak pada orang yang sanggup memberikan maaf itu. Ga mudah lo, mengikhlaskan sesuatu yang telah lewat dan ga bisa diubah serta berdampak buruk bagi kita.
Qawat mau cerita lagi nih! Pernah suatu ketika, saat Rasulullah sedang bercengkrama dengan sahabat-sahabatnya, ada seseorang lewat di depan mereka. Nabi berkata, “Ia adalah calon penghuni surga”. Salah satu sahabat yang bercengkrama dengan Rasul bingung dan bertekad ingin mengetahui, amalan apa yang dilakukan oleh orang itu sehingga kedatangannya begitu dinantikan oleh surga.
Menginaplah sahabat di rumah orang itu. Diamat-amati perilakunya. Ga ada amalan istimewa yang dilakukannya. Ia bangun pagi-pagi, shalat Subuh, berangkat bekerja, seperti orang lain. Tengah malam, ia shalat Tahajud seperti layaknya para sahabat Nabi pada zaman itu.
Sahabat yang ga tahan itu akhirnya bertanya, “Amalan apa yang kamu lakukan sehingga kamu dirindukan oleh surga?”
Orang itu menjawab, ”Yang saya lakukan hanyalah memaafkan segala kesalahan orang lain kepada saya sebelum tidur dan melupakan kesalahan mereka.”
Semoga bisa diambil hikmahnya!
Wassalamualaikum!

Tidak ada komentar: