Jumat, 26 Oktober 2007

Andalusia......Kini

Andalusia, atau semenanjung Iberia yang lebih dikenal dengan Spanyol dan Portugal saat ini, pernah menjadi simbol kejayaan Islam masa lalu. Sejak Islam memasuki Afrika Utara pada masa Khulafa Al-Rasyidin , kemudian Thariq Bin Ziyad tahun 711 M pada masa Daulah Umayyah , menyeberangi semenanjung Iberia, meruntuhkan satu persatu kerajaan2 Visigoth di pedalaman sebelah selatan Andalus. Bahkan dominasi Islam terus meluas dan berkembang pesat sejak masuknya Abdurrahman Al-Dakhil , pendiri Daulah Umayyah di Benua biru, yang sebelumnya berhasil luput dari maut pasca jatuhnya Damaskus ditangan Abasiah pada tahun 750 M dan meloloskan diri dalam penyamaran selama 6 tahun menuju Andalusia.

Kepemimpinan Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik Al-Dakhil sebagai Emir I dan berkuasa selama 23 tahun, oleh kalangan ahli sejarah, baik Islam maupun barat, dinilai paling berhasil karena pengaruhnya yang luar biasa dalam membangun sendi-sendi kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan yang amat mengagumkan. Kemajuan ekonomi dan stabilitas politik yang begitu kuat, membuat kerajaan-kerajaan di sekitarnya, seperti Asturia di belahan utara jadi khawatir dan rela menyatakan tunduk serta bersedia membayar jizyah demi mengamankan wilayah kekuasaannya agar tak bernasib buruk seperti kerajaan2 Visigoth yang lenyap ( kecuali Malaga ) pada saat Thariq bin Ziyad menaklukkan wilayah ini.

Perjanjian damai dengan Asturia memberi manfaat bagi kelangsungan hidup Daulah Islamiyah karena dapat dijadikan sebagai wilayah penyangga sekaligus benteng pertahanan bagi kemungkinan serangan musuh. Hal ini terbukti pada saat terjadi pertempuran dengan pasukan Charlemagne pada tahun 778 M di daerah Catalunia , Aragon dan Navarre , yang dikenal dengan sebutan Batle of Roncesvalles , musuh berhasil dipukul mundur dengan kemenangan yang gilang gemilang.

Keperkasaan dan kehebatan Al-Dakhil pada masa pemerintahannya, ternyata tak dapat diwarisi oleh para penerusnya. Pasca wafatnya sang Emir tahun 788 M, hampir setiap pergantian Emir selalu dibarengi dengan konflik perebutan kekuasaan yang mengarah pada perang saudara, kecuali pada masa Emir Abdurrahman III ( 912-961) yang merupakan puncak kebesaran dan kemegahan Daulah Umayyah. Kelemahan-kelemahan para penguasa Islam akibat sering timbulnya persaingan menduduki jabatan Emir akhirnya berhasil dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam, termasuk Asturia yang pernah menjalin persahabatan dan tunduk atas Daulah Umayyah, lambat laun berkembang menjadi Kerajaan Castile dan Aragon, yang pada tahun 1492, dibawah pimpinan Ferdinand (1452-1516) dan Isabell (1451-1504) berhasil mengikis habis kekuasaan Islam di Bumi Andalusia.

Tapi, tahukah apa yang sebenarnya menjadi faktor rapuhnya kekuasaan Islam di Andalusia?. Seperti disebutkan oleh Aly Bin Hazim (994-1064), seorang ahli filsafat dan sejarah Islam kelahiran Cordova yang di barat biasa disebut dengan Alhazem, dalam karyanya yang berjudul Naqtul Arrusi , mengatakan :

“Pada masa permulaan ( Daulah Umayyah di Damsik ) tidak ada seorangpun yang naik tahta menjabat Khalifah itu ibunya seorang sahaya, kecuali Yazid dan Ibrahim ibn Al-Walid. Pada masa Abasiyah tidak seorangpun yang naik tahta menjabat Khalifah itu ibunya berasal dari wanita merdeka, kecuali Al-Syafah, Al-Mahdi dan Al-Amin. Dan pada masa Daulah Umayah di Andalusia , tidak seorangpun diantara pejabat Khalifah (Emir) yang ibunya berasal dari wanita merdeka…”

Bila dalam lingkungan istana saja demikian adanya, bagaimana dengan kalangan pembesar yang lain?. Perkawinan campur dengan wanita setempat yang didapat dari tawanan perang itulah yang barangkali menjadi indikasi rapuhnya kekuasaan Islam yang sempat menghijaukan benua biru lebih dari 700 tahun (711-1492) !

Pesan Ibnul Qayyim

Ibnul Qayyim berkata:
“ pada mulanya setan memasuki manusia melalui lintasan pikiran yang lewat dalam benaknya. Lintasan pikiran it uterus berulang dan terngiang dalam kesadarannya, maka jadilah ia memori, ia mengalami proses pewujudan dan pembentukan , maka jadilah ia idea tau gagasan. Inilah tiga lapisan yang mendiami wilayah kesadaran akal. Jika engkau gagal menolak kehadiran setan pada tahap lintasan pikiran, maka akan lebih berat bagimu menolaknya ketika ia telah mewujud secara nyata dalam idea tau gagasan. Maka, turunlah setan ke wilayah yang lebih dalam pada kepribadianmu. Ia turun menjadi keyakinan. Jika engkau tak kuasa menolaknya di sini, maka ia akan turun lebih dalam dan menjadi kemauan. Jika engkau gagal menghadapikemauanmu sendiri, maka ia akan turun ke lapisan paling akhir dari wilayah hatimu, yaitu tekad. Inilah tiga lapisan yang membentuk wilayah hati seseorang. Di sini engkau tentu lebih sulit menolak kehadiran dan pengaruh setan. Sebab, setelah sampai di tepian tekad, ia segera melompat keluar dari diri anda, maka jadilah ia tindakan. Satu kali dua kali dia melakukannya, maka ia akan tertarik untuk melakukannya lagi. Maka, jadilah ia suatu kebiasaan. Dan jika kebiasaan itu berlangsung lama, maka terbentuklah ia menjadi karakter”.