Assalamualaikum akhwat cantik! Alhamdulillah, kita sekarang berada di penghujung bulan Sya’ban untuk menyongsong bulan Ramadhan. Insya Allah tahun ini kita bisa melalui bulan Ramadhan tanpa sia-sia dan (kalo beruntung) bisa dapat lailatul qadar alias malam kemuliaan yang bisa mengganjar seribu bulan. Hmm… pada ingin ga sih, dapat lailatul qadar? Pasti pada mau, kan? Belum dapat aja, udah pada ngiler duluan mimpiin pahalanya yang berlipat ganda itu, hehehe…
Bacaan akhwat IC yang manis-manis ini (cieee…) akan mengulas tentang salah satu kebisaan jelek kita yang tanpa kita sadari sering kita lakukan saat kita sedang berbicara dengan orang lain, entah dengan teman kita, dengan orangtua kita di rumah maupun dengan guru yang sedang mengajar. Penasaran kan? Makanya, stay tune, stay alert! Siapa tahu ini berguna (INSYA ALLAH INI SANGAT BERGUNA, sebenarnya) bagi kita dalam membangun hubungan dengan orang lain alias hablum minannaas…
Studi Kasus
So gals, dari judul depan sebenarnya, kalo akhwat IC matanya cukup jeli, pasti bisa menebak-nebak apa yang mau Qawat sampaikan. Yeaaa… Qawat ingin menyampaikan tentang kebiasaan kita yang, asli, jelek banget yaitu TIDAK MAU MENDENGARKAN PERKATAAN ORANG LAIN! Wow, Qawat nafsu banget nih nulisnya, sampai di caps lock semua! Iyalah, abis Qawat udah gregetan sama bad habit yang satu ini! Makin menjamur aja, padahal kita udah mendekati Ramadhan, yang artinya kita harus memperbanyak amalan yang berpahala. Kalo kita setiap hari kerjanya bikin orang kesel terus, gimana mo dapet pahala? Yang ada malah grrrrrhhhh… bikin orang marah ujung-ujungnya bisa batal puasa!
Gini lo contoh kasusnya, suatu ketika terdapatlah dua orang yang sobatan. Yang satu orangnya kalem, ga banyak tingkah. Tingkah lakunya juga tenang en penuh perhitungan (saking kalemnya, kali!). Temannya yang satu lagi orangnya pecicilan, ga mau diem. Saking ga mau diemnya, tiap kali teman kalem berbicara, kadang dia ga ngedengerin. Kalo didengerin juga ya gitu, cuma sepintas lalu, selewatnya aja, istilahnya masuk telinga kiri keluar telinga kanan! Ga jarang, kelakuannya itu bikin teman kalem gondok, karena pesan-pesan penting yang harusnya disampaikan oleh teman pecicilan, ga disampaikan ke orang yang berhak. So pasti teman kalem rada-rada ga percaya gitu. Awalnya teman kalem berusaha untuk sabar. Tapi namanya manusia pasti ada batas sabarnya. Lama kelamaan, teman kalem merasa temannya yang satu ini kok ga berubah-ubah. Akhirnya setelah berpikir cukup lama, ia memutuskan untuk menegur sobatnya agar ga mengulangi perbuatan seperti itu.
Yah, namanya juga orang yang ngeyel, udah dinasehati masih aja kaya gitu. Teman kalem kecewa berat. Akhir dari kisah ini adalah menjauhnya teman kalem dari teman pecicilan karena dia ga mau menyulut pertengkaran di antara mereka. Teman kalem jadi menjaga jarak dan cuma berbicara seperlunya aja sama teman pecicilan. Namun, di dalam hati teman kalem sebenarnya masih mau tuh rujuk, balik lagi seperti dulu, asalkan temannya tersebut mau mengubah dirinya untuk memerhatikan perkataan dia, ga hanya didengarkan aja abis itu dilupakan.
Kasus kedua yaitu tentang orang yang hobi memotong pembicaraan orang alias suka menginterupsi. Hhh… ini Qawat juga rada sebal. Soalnya, tipe orang kaya gini nih, sukanya berkomentar sebelum penjelasan selesai. Kesannya jadi sotok or sotoy alias sok tahu. Biasanya, oknum yang melakukan adalah orang yang kurang sabar dalam menanggapi cerita orang lain. Kenapa bikin orang kesel, ya itu tadi, orang lain kan perlu konsentrasi dalam memberikan penjelasan yang utuh dan menyeluruh. Eh, tapi dia sebelum mendengar seluruh penjelasan udah bereaksi. Ruginya jadi tiga, pertama merusak konsentrasi orang yang sedang memberikan penjelasan, kedua dirinya sendiri yang malu kalo tanggapan spontannya malah salah dan yang ketiga mengacaukan audiens atau pendengar lain, yang tadinya udah sungguh-sungguh mendengarkan malah kepecah atensinya.
Kasus terakhir, dan sepertinya kasus yang paling sering terjadi di sekitar kita adalah ga mau denger sama sekali perkataan orang! Nah, yang ini lebih parah dari kasus pertama karena kasus pertama tetap ngedengerin tapi ga amanah terhadap apa yang diucapkannya. Ga mau dengernya parah, ga mau denger penjelasan guru di depan dan ga mau denger saran dari teman yang bersifat membangun. Setiap kali guru menerangkan, ia selalu mengobrol (karena ia udah pintar) dan setiap diberi nasehat, pasti dia mempunyai dalih untuk membenarkan prilaku dirinya padahal prilaku tersebut dipandang oleh sebagian besar orang sudah sangat menyimpang. Gimana kalo akhwat IC punya teman kaya gini? Bete banget ga sih? Kita cuma kasih kritik sedikit, tapi pembelaan dia berentetan kaya kereta, sebelum dia sendiri introspeksi.
Oke, daripada Qawat ngedumel terus, yuk kita telusuri solusinya biar kita ga jadi orang yang seperti itu! Hhh… Naudzubillahi min dzalik…
Dua Telinga, Bukan Dua Mulut!
My sisters… Allah menciptakan sesuatu pasti ada hikmah yang tersembunyi itu semua, di manapun itu, fissamaa’i wa filardhi. Termasuk penciptaan tubuh kita ini. Ternyata, Allah memberikan kita dua telinga dan satu mulut bukan tanpa alasan. Di balik itu semua, Allah menginginkan kita agar lebih banyak mendengar daripada berbicara. Kenapa ya?
Iyalah, merujuk kepada edisi Qawat yang lalu, lisan itu berbahaya kalo ga digunakan dengan baik. Apalagi kalo pemilik lisan tersebut orangnya ceroboh banget. Walah, bisa-bisa malah kebanyakan dosa yang dihasilkan daripada pahalanya. Selain itu, kalo kita mau sedikit berpikir lebih jauh, mendengar itu lebih baik karena menerima suara dibandingkan dengan berbicara yang mengeluarkan suara. Ini sesuai dengan prinsip manusia yaitu senang diberi. Coba misalnya, akhwat IC kalo dikasih uang pasti deh sumringah mukanya. Tapi kalo uangnya dipinjam sama teman, pasti mukanya rada gimanaaa gitu (bercanda, hehehe…). Ngaku aja deh, bener kan?
Memang, semua yang kita denger dari orang lain itu ga semuanya benar dan ga semuanya menyenangkan adanya. Namun, dalam menanggapi itu semua, otak kita butuh waktu untuk mengolahnya. Kenapa butuh waktu, sebab lisan kita harus dijaga dari perkataan yang ga penting. Apalagi ditambah dengan sifat lisan kita yang suka kepleset itu. Selain itu, berdasarkan prinsip pemberian tadi, diharapkan dengan banyak mendengar, ilmu kita bisa bertambah banyak, meskipun tidak mutlak caranya hanya dengan mendengarkan, akan tetapi cara yang paling utama ilmu itu masuk ke dalam diri kita adalah dengan mendengar dan membaca (makanya kita juga dikasih sama Allah dua mata, bukan satu, hehehe…).
Ingat cerita Bani Israil ga, di Al-Qur’an surat Al-Baqarah? Di sana diceritakan tentang kisah Nabi Musa yang menyuruh kaum Bani Israil untuk mencari sapi betina. Tapi mereka tuh cerewet dan ribut banget alias menanyakan pertanyaan yang sebenarnya ga penting dan malah mempersulit mereka sendiri. Sapinya warnanya apa? Bunting atau ga? Ujung-ujungnya, syaratnya jadi tambah banyak. Padahal, kalo mereka ga nanya-nanya dan langsung mencari, mereka hanya akan mencari sapi betina. Titik. Terserah mau warna apa dan dalam keadaan bunting atau ga. Allah melaknat kaum yang terlalu banyak bertanya ini dalam surat tersebut sebab mereka lebih banyak menggunakan lisan, untuk hal yang ga perlu, daripada pendengarannya.
Kontrol Diri
Gals, dari kasus dan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa kalo kita ga mau jadi orang-orang seperti itu, kita harus mempunyai kontrol diri yang kuat. Gimana ga, kalo bukan kita sendiri yang mau mengubah diri kita, siapa lagi?
Supaya kita ga jadi orang pada kasus pertama, ya berusaha dong untuk mengingat-ingat amanah orang lain. Lupa sih wajar, tapi akan menjadi ga wajar kalo lupanya itu terus menerus dan seringkali terjadi. Pikirkan perasaan orang lain yang kita khianati. Pasti deh, orang itu kecewa berat sama kita karena kita ga mampu mengemban amanah yang udah disepakati bersama. Kalo akhwat IC adalah tipe yang gampang lupa, catat hal yang dititipkan di suatu tempat yang bisa dilihat dengan mudah sehingga memperkcil kemungkinan terjadinya lupa. Kalo tetap lupa juga, ya insya Allah minimal kita udah ada pahalanya lah di sisi Allah karena udah berusaha dengan keras supaya ga lupa.
Untuk kasus kedua, dibutuhkan kesabaran yang besar buat mengendalikan hobi yang satu ini. Interupsi itu boleh, tapi akan lebih baik kalo kita mendengarkan pembicaraan orang hingga selesai. Lakukan interupsi kalo mendesak banget dan kepepet. Soalnya, interupsi itu bukan perbuatan yang bisa digolongkan ke dalam perbuatan yang sopan dan menyenangkan. Justru itu adalah hal yang menyebalkan karena kesannya kita sok tahu dan meremehkan perkataan orang lain yang harusnya kita hargai. Apalagi kalo di Inggris (kata Mr. Neville waktu LDP), interupsi adalah hal yang tabu lo, dalam sebuah conversation. Wah, kok kita bisa kalah dari Inggris padahal kita dikenal sebagai bangsa yang santun? Jangan mau kalah dong! Kita harus buktikan kalo orang Indonesia dan orang muslim itu bisa menghargai pendapat orang lain!
Untuk kasus terakhir, hmmm… ini sih memang ketahuan nakalnya. Yah, kalo guru sedang menerangkan sementara dia udah mengerti, jangan ribut sendiri! Coz ganggu orang lain yan benar-benar belum paham akan pelajaran tersebut. Dengan ga ribut sendiri, berarti kita juga telah menghargai orang lain dan telah bertoleransi atas kemampuan orang lain yang memang ga setara sama kita dalam hal tertentu. Terus, kalo teman kasih saran en kritik, sebaiknya dengerin aja baik-baik, jangan cepat-cepat berdalih dengan suara yang tinggi. Malah, kalo ada teman yang memberikan saran dan kritik, itu tandanya teman kita tersebut adalah teman yang perhatian dan kritis terhadap lingkungan sekitarnya. Kita boleh bangga punya teman yang seperti itu. Berarti ada orang lain yang masih memikirkan kita, selain diri kita sendiri, hehehe…
Akhwat IC, sepertinya cukup sekian dulu nih pembahasan tentang mendengarkan orang lain. Afwan kalo selama ini kata-kata Qawat banyak yang salah dalam penggunaannya. Ramadhan ini, kita bertekad bersama yuk, supaya ibadah kita betul-betul maksimal dan kita bisa mengajak orang lain untuk masuk ke surga bersama-sama dengan kita nanti, di akhirat kelak dengan ber-amar ma’ruf nahi munkar terhadap sesama! Amin…
Wassalamulaikum!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar