Sabtu, 01 September 2007

Menjadi Dewasa, Menjadi Bijaksana (QAWAT edisi ke-1)

Assalamualaikuuuum, akhwat IC!!! Alhamdulillah, Qawat bisa menyapa kalian lagi dengan susunan redaksi yang baru! Setelah pergantian pengurus OSIS tanggal 17 Agustus kemarin, akhirnya Imtaq Akhwat periode 2006-2007 bisa melanjutkan menerbitkan buletin jumat ala akhwat! Wah, seneng banget deh, ga bisa dilukiskan dengan kata-kata! Emangnya, cuma ikhwan yang boleh punya Buletin Jumat? Hehehe…
Di edisi perdana ini, Qawat ingin menurunkan artikel yang ringan dulu, yang berhubungan dengan diri kita sendiri, yaitu menjadi dewasa. Apa sih sebenarnya, arti dewasa itu? Benarkah dengan bertambahnya umur kita, kita juga semakin dewasa? Terus, apa ya parameter kedewasaan kita? Lalu, kalo kita sudah punya KTP, kita otomatis dianggap sudah dewasa ya? Eits, sabar-sabar! Kita akan membahas ini satu-satu, oke? So, check this out, gals!

Arti Dewasa
Siapa bilang, dengan bertambahnya umur kita, kita otomatis akan berubah menjadi orang dewasa? Penulis pernah mendengar Ibu Dini, Guru Qurdist kita berkata bahwa menjadi tua itu pasti, namun menjadi dewasa itu sebuah pilihan. Lho, kira-kira apa maknanya ya?
Ehem, coba deh kita renungkan. Ya, semua orang yang hidup pasti akan menjadi tua dan pada gilirannya akan meninggalkan dunia yang fana ini. Tapi, berapa banyak sih yang berusaha untuk menjadi dewasa? Pernah ga, lihat orang tua yang kerjanya ngomel melulu, tanpa mau berbuat apa-apa untuk mengubah keadaan, padahal dia sebenarnya mampu? Atau, pernah ga memerhatikan adik-adik kita di pinggir jalan sedang menjajakan koran untuk membantu perekonomian orang tuanya?
Hehehe… begitulah kira-kira gambaran dewasa itu. Berarti, dari contoh di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa dewasa adalah seseorang yang berusaha untuk berpikir jauh ke depan, mempunyai inisiatif dan sadar akan kedudukan dirinya.
Kenapa kata berusaha-nya di garis bawahi? Karena menjadi dewasa adalah sebuah proses. Sementara, yang namanya proses itu, pasti selalu diawali dengan belajar dan berusaha. Nah, satu lagi deh, kita tahu kalo pendewasaan diri itu bukan suatu yang instan dan dapat terjadi dalam sekejap saja.

Dewasa dalam Kacamata Islam
Waduh, berat nih bahasannya, soalnya menyangkut Islam sih! Hehehe… jangan gitu dong! Biarpun emang rada berat, tapi kita perlu tahu nih, definisi dewasa dalam Islam. Eh, kira-kira apa kata Islam ya, menyangkut hal ini?
Akhwat IC yang cendekia dan salehah (cieee…) pasti tahu deh, kalo Islam menganggap seseorang telah dewasa (akil baligh) setelah mendapat haid (akhwat) dan mimpi basah (ikhwan) yang pertama. Setelah itu, tanggungan dosa yang tadinya dipegang oleh ortu, berpindah ke tangan kamu. Itu artinya, kamu dianggap sudah bisa bertanggung jawab atas segala perbuatan yang kamu lakukan, baik terpuji maupun tercela dan sudah bisa dikenai hadd apabila bersalah, dalam syariat Islam.
Lantas, apakah orang tersebut mengalami pendewasaan dalam sikapnya? Yah, diharapkan sih seperti itu. Dengan mempunyai kesadaran bahwa dirinya dianggap sudah dewasa, yang diinginkan adalah dia jadi dewasa dalam arti sesungguhnya, karena harus memikirkan tindakan yang akan ia perbuat sebelum ia bertindak.
Tapi, yaa… anak zaman sekarang sih, masih banyak tuh yang menggelendot manja deket mamanya atau bundanya. Bukan ga boleh deket dengan mama, tapi kalo ke mana-mana harus ada mamanya dan mamanya masih suka mengingatkan hal-hal yang semestinya sudah ga perlu diingatkan, wah bisa dianggap manja tuh!
Lho, jangan-jangan kita sendiri masih seperti itu, lagi?
Hehehe… ga usah panik. Namanya juga proses. Tapi, setelah baca artikel ini, kurangin manjanya ya? Saatnya kita tumbuh dewasa nih!

Parameter Kedewasaan
Sesungguhnya, parameter kedewasaan orang itu berbeda-beda, tergantung standarnya masing-masing. Ada yang mengganggap, dengan bekerja berarti ia telah dewasa. Ada juga yang berpendapat bahwa dewasa yang sesungguhnya itu terjadi di atas umur empat puluhan. Namun, ada pula yang berkeyakinan kalo dewasa itu terjadi setelah kita menikah.
Nah, berhubung akhwat IC belum siap menikah (hehehe…), daripada kita bengong, nunggu jodoh kita dateng, gimana kalo Qawat ngasih parameter umum yang bisa dipraktekkan sama jomblo-jomblo kekasih Allah ini (amiin..)?

Lebih Sederhana
Class (Sir Away’s style), coba deh renungkan, Indonesia ini bisa dibilang negeri ironi lho! Kenapa? Karena sebenarnya, banyak fakir miskin, namun korupsi merajalela. Perdagangan anak meningkat dan di sisi lain mobil terbaru BMW yang belum diluncurkan sudah ramai dipesan.
Kita mungkin belum seperti itu, namun tanpa sadar benih-benih hedonisme sudah kita tanam. Seperti misalnya, kita membeli sepatu yang harganya hingga di atas lima ratus ribu padahal ada sepatu dengan kualitas sama dengan harga hanya seratus ribu.


Sebenarnya apa sih yang sedang kita kejar? Gengsi dan prestise-kah? Padahal, apa sih bedanya, sepatu yang di atas lima ratus ribu itu tetap dipakainya di kaki, sama dengan sepatu yang harganya seratus ribu. Apakah dengan harga yang lebih mahal, sepatu bakal dipakainya di kepala? Ga kan?
Di sinilah kita dituntut untuk pintar-pintar memilih barang yang benar-benar merupakan kebutuhan kita. Bukannya ga boleh beli benda mahal, namun kalo ada yang murah dan kualitas hampir sama, mengapa harus membeli gengsi? Selain itu, dengan lebih sederhana, insya Allah kita juga jadi bertenggang rasa dengan penderitaan fakir miskin dan anak yatim.

Lebih Memerhatikan Penampilan
Jangan gara-gara akhwat tidak diperbolehkan memakai parfum terus penampilan kita jadi berantakan dan BB alias Bau Badan! Ntar orang-orang pada segan sama kita. Kita mikir kalo orang itu malu-malu sama kita, padahal orang itu ga mau deket-deket gara-gara ilfeel sama kita! Hiii… ga mau kan?
Untuk itu, perhatikan penampilanmu dengan cara yang wajar. Yah, pertama bersih dulu, lah! Bersihin tuh badan, baju, kuku, sampai hal-hal yang tersembunyi sekalipun. Lingkungan juga dibersihin, bangsanya lemari, meja belajar, tempat tidur dan kamar keseluruhan, karena hal itu dapat mempengaruhi penampilan kita secara ga langsung.
Kedua yaitu rapi. Bajunya rapi, pakai kerudungnya juga rapi. Dengan begitu, orang akan melihat Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi kebersihan dan kerapian. Sst… asal tahu aja, para misionaris itu menyesatkan para mualaf dengan mengidentikkan Islam sebagai agama yang kotor dan jorok, selain sebagai teroris. Nah, dengan menjaga penampilan fisik kita, insya Allah kita telah menjadi representasi Islam, meskipun belum seutuhnya.
Ketiga, suasana hati. Kita harus pintar-pintar menjaga suasana hati supaya muka kita ga jutek terus. Ini juga yang mempengaruhi hubungan kita dengan orang lain. Masih mau punya temen kan? Makanya, perbanyak senyum! Senyum itu ibadah, asal jangan senyum-senyum sendiri dan jangan senyum berlebihan di depan ikhwan ganteng (kata Ical waktu kampanye, hihihi…)!

Lebih Cepat Bertaubat
Gals, pernah denger hadits yang menyatakan bahwa Allah mencintai orang tua yang bertaubat namun lebih mencintai anak muda yang bertaubat? Subhanallah ya, Allah begitu sayang sama kita, sebagai generasi muda, yang telah bertaubat meskipun belum memasuki usia senja. Kenapa sih? Mm… gini lho, anak muda itu kan identik dengan hura-hura yang bersifat duniawi. Mereka berpikir bahwa maut masih terlalu jauh untuk menjemput mereka. Mereka kira, maut hanya akan menghampiri mereka yang telah uzur. Padahal, siapa sih yang tahu kapan kita akan wafat? Ga ada kan?
Dengan bertaubat di usia muda, kita mendapatkan dua keuntungan. Pertama, kita telah bersiap-siap untuk menghadapi maut dan yang kedua apabila maut menjemput kita di waktu kita uzur, niscaya amalan baik kita lebih banyak daripada orang yang bertaubat ketika ia telah tua dan sakit-sakitan.

Lebih Peka
Dewasa itu… lebih peka terhadap lingkungan sekitar! Yup, tanda-tanda dewasa ialah dengan mengesampingkan ego dan lebih mengutamakan kepentingan umum. Seperti anak kecil, ia masih egois, masih suka berantem berebut mainan dengan adiknya. Pokoknya apapun yang terjadi, ia harus mendapatkan mainan itu!
Naa… sebagai orang yang telah dewasa, semestinya kita lebih toleran dengan keadaan sekitar kita. Misalnya, ketika kamu punya keinginan untuk dibelikan mp3 baru, kamu mengajukan ide itu kepada ortu dengan baik-baik, tanpa merengek-rengek. Kamu bilang bahwa mp3-mu yang lama telah rusak. Namun mereka berkata bahwa uang mereka bulan ini tidak cukup untuk memenuhi permintaanmu. Kamu bisa menerimanya dengan lapang dada (yaa… meskipun awalnya rada kesel juga ya? Tapi itu wajar kok!) dengan berhusnudzon bahwa uang itu pasti digunakan untuk hal yang lebih penting, membayar uang les adik contohnya.
Dengan mempunyai rasa kepekaan yang lebih tinggi, kamu bisa memahami orang lebih baik lagi, karena setiap orang memang ditakdirkan untuk dilahirkan secara berbeda-beda.
Oke, kita lanjut ke parameter terakhir yuk!

Lebih Bertanggung Jawab dan Mandiri
Last but not the least. Kayaknya, belum lengkap ya, kalo bicara tentang dewasa namun belum menyinggung yang dua ini! Benar, bertanggung jawab dan mandiri itu akan menjadi bagian dari diri kita setelah kita dewasa. Mau menanggung resiko atau akibat yang ditimbulkan dari perbuatan kita. Mm… gimana ya caranya menumbuhkannya?
Memahami bahwa diri kita akan mepertanggungjawabkan amalan kita di Padang Mahsyar nanti sendirian. Jadi, mulai sekarang (mumpung belum terlambat), pikirkanlah akibat dari suatu perbuatan sebelum melakukannya.
Menyadari bahwa orang di sekitar kita ga selamanya ada. So, bagi yang masih manja sama mamanya, kayak minta disuapin kalo di rumah (emang ada ya?), mulai tuh dikurangin. Tapi, jangan ngurangin sayang kita sama ortu, karena kasih sayang mereka ke kita adalah kasih sayang sepanjang hayat.

Wah, sekian dulu ya, mudah-mudahan bisa kita ambil manfaatnya bersama.
Wassalamualaikuuum!!!

Tidak ada komentar: