Assalamualaikum akhwat cendekia! Alhamdulillah, kita sudah memasuki bulan Ramadhan nih! Kita ini bisa dibilang beruntung lo, soalnya ga semua orang bisa menikmati bulan penuh berkah ini, karena ga diberikan sama Allah umur yang panjang. Karena kita termasuk orang yang beruntung, so jangan sampai kita menyia-nyiakan waktu 30 hari dengan tidak memperbaiki diri, ber-revolusi menjadi muslimah sejati. Asal akhwat IC tahu, sebenarnya kita jangan jadi alim waktu bulan Ramadhan aja. Waktu Ramadhan, tarawih rajin, subuh-an di masjid ga pernah alpa. Tapi setelah Ramadhan… wess… wess… wess… bablas shalatne! Jadi rajin kungkum di kamar, alias males jalan ke masjid, ke rumah Allah. Huu… jangan sampai kayak gitu ya! Jadikan Ramadhan ini seperti sanlat (pesantren kilat) atau training ESQ, dampak dari kegiatan tersebut dapat mengubah tabiat kita dalam kehidupan sehari-hari. Kan percuma, kita nangis-nangisan waktu training dan janji mau taubat tapi waktu keluar dari ruangan training balik lagi ke hobi jeleknya semula. Kalo gitu terus, gimana kita mau ke arah yang lebih baik? Hehehe… afwan ya kalo ada yang kesindir... tapi Qawat yakin kok, kita
semua bisa berubah asalkan kita berniat dan mau berusaha, gitu lo!
Nah, berhubung kita harus menjadi orang yang lebih baik setelah Ramadhan, ehem… kita harus sering-sering introspeksi diri nih… mengoreksi kesalahan diri tanpa menutup-nutupi dan tanpa mencari kambing hitam, di hadapan Allah tentunya (siapa lagi?).
Gals, banyak yang bisa kita renungkan dari situ. Kalo bisa, semua aspek kehidupan kita telaah bersama Allah, tanpa diketahui orang lain. Apakah dalam hati diam-diam kita merasa riya’, padahal orang-orang menganggap diri kita dermawan, ya sok atuh akui aja di hadapan Pencipta kita. Kalo mau nangis, ya nangis aja, berarti tandanya kita sudah mengetahui kesalahan kita dan bertaubat.
Di antara banyak aspek yang bisa kita jadikan bahan untuk bertafakur, Qawat mau ngasih 4 hal yang bisa kita renungkan bersama. Apa aja ya? Hihihi… kita saksikan bersama yuuuk!!!
Zalim, Prilakunya Fir’aun
Ternyata, zalim itu bukan monopolinya Fir’aun aja lo, akhwat IC! Kita pun bisa berlaku seperti itu.
Jangan akhwat IC kira, zalim itu hanya berlaku pada hal-hal yang besar dan global ukurannya, seperti ketidakadilan seorang pemimpin terhadap rakyatnya. Kita, sebagai seorang muslimah yang sudah dijamin masuk surga pun (amiiin…), bisa melakukan hal yang serupa, yang kadang kecil dan sering ga kita sadari bersama. Hmm… daripada kita bingung kenapa kita bisa zalim, yuk kita tilik, apa itu zalim dan contohnya!
Jadi begini, zalim itu sebenarnya artinya adalah memperlakukan seseorang atau sesuatu tidak pada semestinya. Pasti akhwat IC yang cendekia ini sudah bisa menebak apa contoh sikap zalim itu. Ya, contohnya aja, kalo misalnya kita sedang marah-marah di asrama, kita ngamuk dan melempar buku-buku pelajaran ke segala arah. Padahal kita tahu bahwa buku itu gunanya bukan buat dilempar, tapi buat dibaca dan ditulis, biar menambah ilmu kita.
Mungkin contoh di atas ga pernah terjadi ya, di lingkungan IC. Tapi yang kecil-kecil justru sering terjadi. Semisal menginjak bagian belakang sepatu karena males menali sepatu. Ck… ck… ck… itu salah satu perbuatan zalim tuh! Soalnya, bagian belakang sepatu dibuat kan bukan buat diinjak tapi buat melindungi tumit kaki. Coba kalo ga ada benda itu, wah kaki kita bisa cidera dan sepatu gampang copot. Selain itu, perbuatan kayak gitu bisa mempercepat umur sepatu.
Contoh lain di lingkungan IC adalah suka menyisakan makanan kantin. Yah, seperti yang kita ketahui bersama, makanan itu dimasak sama Pak Soleh cs buat dimakan, bukan buat dibuang-buang. Qawat sering mendapati ada nampan yang salah satu lauknya ga disentuh sama sekali. Kalo misalnya kita ga suka, kan bisa ngomong ke bapak kantin yang mengambilkan makanan, minta tuker lauk kek, atau makan tanpa lauk tersebut. Mm… mungkin perkecualian buat yang tiba-tiba merasa sakit perut atau tiba-tiba kekenyangan. Nah, supaya itu ga terjadi waktu diambilkan makanan, kita harus memerhatikan makanan yang diambilkan, supaya kalo porsinya berlebih bisa dikurangi dan buat menghindari sesuatu yang mubadzir, yang mengurangi timbangan kebaikan kita di akhirat kelak.
Amanah, Sikap Pemimpin
Qawat punya cerita nih, tentang sikap amanah ini. Tapi, kayaknya akhwat IC sudah banyak yang tahu ya, ehem… dengerin aja yaa…
Suatu hari, khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang bekerja di kamarnya ditemani oleh cahaya lentera. Ketika sedang bekerja itu, tiba-tiba anaknya mengetuk pintu.
“Siapa itu?” kata khalifah.
“Ini aku, Yah. Anakmu.”
Khalifah pun membuka pintu kamarnya. Namun, sebelum membuka pintu, ia memadamkan lenteranya terlebih dahulu. Anaknya terkejut.
“Ayah, kenapa engkau memadamkan lampu?”
“Aku sedang bekerja di dalam ketika engkau mengetuk pintu, Anakku. Sekarang, aku bertemu denganmu, yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaanku.”
“Lantas, memangnya kenapa kalau bertemu denganku?”
“Dengarlah, minyak lentera tersebut dibayarkan oleh rakyat untuk kupakai bekerja, bukan kupakai untuk keperluan pribadi.”
Hmm… dari cuplikan cerita di atas, Qawat jadi merindukan pemimpin yang seperti ini. Soalnya, pemimpin yang sekarang malah beramai-ramai mencuri uang negara, bukannya menjaga kepercayaan yang telah rakyat berikan. Miris kan ngedengerinnya? Qawat yakin, akhwat IC juga merindukan hal yang sama, pemimpin yang amanah dan jujur. Sikap amanah itu, harus dipupuk dari muda, ya dari umur-umur kita ini. Supaya nanti waktu tua sudah menjadi kebiasaan yang menjadi trade mark bagi kita yang menyandang predikat sebagai muslimah. Gimana caranya memupuk sikap amanah?
Sederhana sih, kalo pakai komputer sekolah, mbok ya benar-benar buat urusan pelajaran gitu, jangan buat main game apalagi nge-net. Masalahnya, masih banyak orang yang mengantri untuk menggunakannya buat tugas atau buat presentasi karena fungsi utamanya labsis kan itu. Sah-sah aja sebenarnya buat ngecek e-mail, tapi ya itu tadi, lihat situasi kondisi, kalo labsis penuh dan ada orang yang mau masuk terus keluar lagi, kita mesti tahu diri lah. Kudu di stop tuh, nge-net-nya.
Qawat akui, emang susah buat menghadirkan amanah dalam diri. But, kita mesti berusaha dong! Insya Allah, Allah mau kok bantuin kita, umat-umat-Nya yang sedang berpuasa (apalagi kalo berdoa saat lailatul qadar, hihihi…).
Bernurani, Parameter Dosa
My sisters, ada yang pernah tahu ga hadits ini, ”Dosa itu membuat hatimu resah, dosa itu membuat hatimu gelisah?” Yup, kayaknya kita semua tahu kan apa itu dosa? Hehehe… biasanya kalo kita habis melakukan sesuatu terus kita merasa ga enak di hati, berarti ada sesuatu yang ga pas kan, sama kelakuan kita itu?
Friends, begitu juga dengan dosa! Kalo kita habis melakukan suatu perbuatan, nyontek misalkan. Nah, kita pasti gelisah banget dan sikap kita jadi waspada karena takut ketahuan sama guru atau sama teman yang kita contekin itu. Hmm… terus kita juga jadi keringat dingin dan bakalan menjauh dari sobat-sobat kita sebab kita telah melakukan hal yang paling tabu di IC.
Akan tetapi, bagi teman-teman yang berada di luar IC, mereka nyantai aja tuh ngelakuinnya. Stay cool, seperti ga bakalan ada yaumul hisab. Padahal, semua orang setuju kok, nyontek itu bukan perbuatan yang terpuji. Lantas, kenapa mereka berani nyontek ya?
Intinya adalah, mereka mempunyai nurani namun nuraninya tersebut kurang diasah agar menjadi halus dan peka. Islam sendiri, sangat menghargai hati nurani kita, seperti kalo ada suatu perkara dan kita minta nasehat ke orang lain tapi kita ga sreg sama sarannya alias ragu-ragu, ya jangan diikuti saran tersebut. Kalo kita kurang mengasah hati nurani kita, ya gitu deh jadinya, nyontek merajalela.
Cara mengasah nurani agar lembut adalah dengan lebih dekat kepada orang yang kurang mampu. Ini ampuh banget lo, kita jadi bersyukur terhadap apa yang kita punya sekaligus lebih peka terhadap apa yang kita lakukan. Kita jadi ga berani nyontek, karena melihat anak jalanan ngamen pada jam sekolah. Sementara kita yang bersekolah malah menghancurkan kepercayaan orangtua dengan menyontek, malu kan?
Bermanfaat bagi Orang Lain
And the last… sstt… ciri seorang muslimah nih, bermanfaat bagi orang lain! Iyalah, ngapain juga kita hidup di dunia kalo kehadiran kita cuma jadi beban dan bencana bagi orang lain? Orang kesal melihat kita lewat karena kita mempunyai perangai yang buruk, misalnya. Lagian, kita ini kan makhluk sosial, wajar dong kalo kita harus diberdayakan semaksimal mungkin agar kita berguna bagi orang lain? Bukankah setiap manusia menginginkan keuntungan, bukannya kerugian?
Makanya, tindakan kita juga harus dipertimbangkan baik-baik agar diri kita mendatangkan manfaat, bukan jadi trouble maker.
Akhwat IC, Qawat juga mengamati, ada orang yang kabur dan ga peduli sama kelasnya, padahal kelasnya sangat membutuhkan dirinya. Setiap ada acara kelas, dia selalu izin khusus dan kalaupun ikut, kok dia kurang antusias mengikuti acaranya. Lama-lama, karena dia sendiri bersikap seperti itu, ga heran dia sendiri cuma dianggap numpang belajar di kelas sama teman-temannya, bukan dianggap sebagai warga kelas.
Naudzubillahi min dzalik… jangan sampai kita seperti itu, ya! Pasti ada maksudnya, Allah menakdirkan kita untuk hidup di suatu kaum atau komunitas. Kita ditakdirkan untuk hidup di komunitas tersebut supaya kita bermanfaat bagi komunitas tersebut, bukan untuk merepotkan apalagi mengecewakan. Jangan sampai, kita apatis alias ga mau tahu sama keadaan kelas atau sama teman kita sendiri. Itu perbuatan yang merepotkan untuk orang lain bukan?
Akhwat IC, kita adalah manusia terpilih yang ditakdirkan untuk memeluk agama Nabi Muhammad ini. Kenapa? Karena ga semua orang mendapatkan hidayah yang sama untuk hidup di jalan yang lurus. Lakukan sesuatu, untuk menunjukkan kepada orang-oarang bahwa memeluk agama Islam bukanlah perbuatan yang penuh kesia-siaan, dengan lebih peka terhadap lingkungan sekitar kita.
Wassalamualaikum! See ya!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar