Sabtu, 01 September 2007

Kormod (Korban Mode) (QAWAT edisi ke-8)

Assalamualaikum akhwat IC! Alhamdulillah, Qawat masih bisa menyapa akhwat semua setelah Ramadhan usai. Biarpun di edisi yang lalu Qawat udah minta maaf, tapi ga apa-apa dong, kalo kita maafan lagi? Iya, segenap redaksi Qawat termasuk ikhwannya Imtaq mengucapkan, taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, taqabbal yaa kariim... moga-moga, segala amal ibadah kita selama bulan Ramadhan, mendapatkan pahala di sisi Allah. Dan juga, maafin kita-kita ya, kalo selama ini kita ber-12 punya salah sama akhwat semua, baik sengaja maupun tidak sengaja, lewat lisan, perbuatan serta hati. Insya Allah, setelah pesantren kilat 30 hari ini (apa 29 ya? Lebaran Senin apa Selasa?), kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Amiin…
Ngomong-ngomong soal lebaran, kayaknya ada tradisi yang ga boleh dilupain deh. Apa lagi kalo bukan baju baru? Sebetulnya ga hanya baju baru aja sih, kerudung, sepatu, peci dan aksesoris lainnya, disulap menjadi utuh kembali. Adalah hal yang lumrah (apalagi di Indonesia), melakukan hal seperti itu. Namun, bukan berarti kita harus memaksakan segala hal yang bersifat keduniawian itu menjadi baru. Yang penting kan hatinya kembali suci, putih dan bening seperti terlahir kembali (cieee… hehehe…).
Nah, ketika Qawat sedang belanja buat baju baru, aduh itu yang namanya pusat pertokoan penuh sesak sama orang-orang yang mau belanja juga. Ga peduli, tua atau muda, semua tumplek jadi satu. Ruangan jadi sumpek dan susah banget buat gerak. Apalagi kalo mau jalan ke kasir, subhanallah kayak ngelawan arus laut. Capek, padahal kasirnya sendiri sih ga jauh.
Tapi, Qawat melihat sesuatu yang lain dari sana. Kumpulan orang-orang tersebut Qawat bayangkan sebagai kita-kita ini, anak muda yang mengikuti arus. Padahal, kita belum tentu tahu dari mana arus itu berasal, siapa yang membuatnya dan untuk tujuan apa dia membuat arus tersebut, untuk tujuan baik atau jahat. Jangan salah lo, banyak teman-teman kita di luar sana suka mengikuti arus yang sedang ngetren. Hal ini disebabkan karena mereka belum sepenuhnya mengerti tentang prinsip yang mereka anut dan masih dalam tahap pencarian jati dirinya sendiri.
Hmm… kira-kira, kita seperti itu ga y a?

Kormod, Apa itu?
Gals rahimakumullah, sebenarnya Qawat dapet istilah ini dari para AGJ-ers. Kata mereka sih, artinya orang yang selalu mengikuti tren yang sedang berlaku. Artinya kormod lo, bukan daging kalengan (itu kornet ya? Hehehe…). Biasanya tren yang mereka ikuti itu adalah tren berpakaian. Minggu ini ada fashion week di Paris, dia pakai bajunya Yves Saint Laurent. Eh, minggu depan karena hal yang sama berlangsung di New York, ya udah dia beli bajunya Donna Karan. Mungkin gitu kali ya, maksud para AGJ-ers itu?
Namun, maksud Qawat di sini ga hanya ngikutin tren baju aja lo! Tahu ga, kalo kebiasaan-kebiasaan macamnya perayaan valentine itu kormod juga? Trus perayaan tahun baru 1 Januari? Perayaan ulang tahun yang tiup lilin itu juga sebenarnya bukan asli kebudayaan Indonesia, terlebih-lebih produk dari kebudayaan Islam. Nope! Padahal kita sering bukan melakukan hal tersebut?
Akhwat IC yang baik-baik, kita melakukan kebiasaan tersebut semata-mata karena itu sudah biasa terjadi di sekitar kita, sudah banyak dilakukan oleh teman-teman sekitar kita. Namun sadarkah kita apa makna di balik itu semua? Jangan-jangan kita Cuma ikutan tanpa tahu makna dari itu semua.
Qawat ga bilang kalo itu semua haram buat dilakukan oleh kita semua. Qawat kan bukan pembuat fatwa macamnya MUI gitu. Iih, Qawat masih belum kompeten kali! Tapi, bukan berarti itu membatasi kita untuk berpikir dan menelaah, apakah perbuatan-perbuatan seperti itu pantas dilakukan oleh kita as muslimah. Kita bisa kok menilai, apakah prilaku tersebut pantas ditiru apa ga. Jangan mau ngekor aja, tanpa tahu maknanya, OK?

Alarm Sudah Berbunyi!
Pernah denger hadits yang ini ga, bahwa suatu saat nanti, kita akan mengikuti kebiasaan orang-orang kafir, hingga kalo diumpamakan mereka masuk lubang biawak, kita juga akan mengkutinya? Waduh, kayaknya hadits itu udah mulai terbukti ya kebenarannya? Di mana-mana kita mendapati pemuda dan pemudi yang mengaku Islam tapi dengan mesranya berpelukan satu sama lain.
Apakah mereka bersalah? Ga sepenuhnya salah juga sih, Qawat bilang mereka selain mereka meniru adegan-adegan di film tanpa menyensornya terlebih dahulu, mereka juga kurang memahami ajaran Islam. Padahal, kita kan tahu, yang namanya di film itu, ya ga semuanya benar, iya kan?
Terus, tentang perayaan valentine. Akhwat IC pasti tahu lah, kalo perayaan valentine ini udah banyak yang menentang, terutama dari kaum muslim. Bahkan, Qawat pernah baca dari sebuah informasi bahwa ternyata perayaan valentine itu juga bukan dari kebudayaan Nasrani! Nah lo, jadi perayaan ini sebenarnya punyanya siapa? Ternyata, ini adalah kebudayaan orang Romawi zaman dulu, yang mengalami penyesuaian-penyesuaian hingga bentuknya yang sekarang ini, yang kita kenal.
Nah, kalo udah begini, siapa yang bisa dipersalahkan? Nyaris ga ada kan? Yang bisa kita perbuat adalah membuat benteng pertahanan diri, supaya kita ga ikut-ikutan mainstream yang buruk en ga bermanfaat. Dan juga, jangan terlalu cepat melakukan suatu perbuatan tanpa terlebih dahulu mengevaluasinya. Kita harus jadi orang yang kritis lo, untuk hal-hal yang kayak begini!

Baik dan Buruk
Tapi pada kenyataannya, emang ga semua produk kebudayaan asing (di luar Indonesia dan Islam) itu jelek. Banyak kok yang bisa kita tiru, misalkan kerja tepat waktu dan sistem pembagian kerja yang terstruktur rapi dari orang Jepang. Ini yang bisa kita tiru, mengingat Nabi itu kan orangnya rapi dalam segala hal, baik fisiknya maupun pekerjaannya. Berhubung Nabi adalah teladan kita semua, kita harus mencontoh perbuatannya kan?
Bagaimana dengan valentine tadi? Kita harus meneliti dulu dong, untuk apa perayaan seperti itu diadakan. Okelah, alasannya untuk menunjukkan rasa kasih sayang terhadap sesama. Namun, apakah kita harus menunjukkan rasa kasih sayang itu hanya dalam satu hari aja? Kayaknya hari lain juga bisa kan? Kemudian, untuk apa perayaan itu diadakan pada awalnya? Setelah kita menelusuri lebih lanjut, ternyata mereka mengadakan itu untuk menyembah dewa mereka. Walah, ini nih yang ga boleh, bisa-bisa kita jadi musyrik karena melakukan apa yang mereka lakukan.
Akhwat IC, itu semua emang balik lagi ke niat kita semua. Kalo niat kita mengadakan bakti sosial namun harinya betepatan dengan valentine dan ga ada hari lain, ya sok-sok aja. Sama aja kayak ulang tahun, ga apa bagi-bagi kue, anggaplah sebagai bentuk syukur karena kita masih diberikan nikmat hidup dan sehat hingga umur kita yang saat ini. Namun, ga perlu pakai tiup lilin, misalnya karena kita sendiri ga tahu makna dari tiup lilin itu sendiri. Qawat juga baru tahu info ini lo!
Intinya, jangan mengikuti apa yang belum kita ketahui sebelumnya, friends! Karena, banyak simbol-simbol yang tersembunyi yang berada di balik itu semua! Pribahasanya, ada udang (bukan kornet lo!) di balik batu.
Jadi, mulai saat ini, jadilah orang yang mempunyai keingintahuan yang besar, supaya bisa menyibak apa yang ada di balik apa yang kita lihat.

Formulanya Qawat
As usual, Qawat mau ngasih jurus-jurus buat para kormod! Gimana caranya supaya kita bisa lebih berhati-hati dalam menghadapi arus baru, yang belum pernah ada sebelumnya.
Rumusnya FUN! Yang pertama, Filterization, artinya menyaring semua yang ada berdasarkan hukum Islam dan adat setempat. Kenapa? Karena kita kan hidup ga sendiri. Orang lain pasti melihat dan memerhatikan apa yang kita lakukan. Kalo apa yang kita lakukan bertentangan dengan nilai dan norma setempat, kita bisa-bisa dijauhi dari pergaulan dan dituduh yang bukan-bukan.
Kedua, Utility atau kegunaan. Setelah disaring sama norma dan adat setempat, kita juga harus mengevaluasi arus tersebut lewat fungsinya atau kegunaannya. Contohnya dengerin musik. Itu kan sebenarnya ga masalah, dilihat dari sudut pandang Islam sama adat kebiasaan juga ga apa-apa. Tapi, kalo kegiatan itu malah menghabiskan waktu kita dan membuat kita males-malesan, yah itu yang harus kita hindari.
Artinya, mendengarkan musik kayak gitu tuh useless, ga produktif. Supaya ga useless ya disambi sama pekerjaan lain. Ingat lo, kita hidup di dunia ini ga tahu sampai kapan. Jangan sampai kita kehilangan waktu untuk beribadah kepada Allah karena kita kebanyakan mainnya.
Ketiga, Necessity atau keperluan. Sebetulnya, kita butuh ga untuk waktu dekat? Kalo ga butuh-butuh banget, ya dikesampingkan terlebih dahulu dong! Seperti contohnya, ta’aruf untuk mencari calon suami (hehehe… kenapa pada senyum-senyum gini sih? Pengen ya? Hehehe…).
Iya, ta’aruf itu kan lumrah dan berguna untuk dilakukan. Namun, buat anak seumuran kita yang masih sekolah di IC (boarding lagi!), itu mah masih rada jauh. Hehehe… sekolah aja dulu yang bener, belajar masak en ketrampilan rumah tangga yang lain dulu, baru deh boleh ta’aruf!
Kalo kita udah terjebak dalam arus yang jelek, gimana kita bisa keluar dari sana ya? Apalagi kalo lingkungannya mendukung, misalnya keluarga kita sendiri yang membawa arus tersebut.
Inilah saat yang tepat bagi kita untuk berdakwah, gals! Jangan sia-siakan kesempatan emas ini! Anggaplah ini ladang amal bagi kita untuk berjihad di jalan Allah.
Banyak cara untuk berdakwah dalam rangka mengubah arus tersebut.
Misalnya, diomongkan baik-baik, dari hati ke hati. Biasanya ini cocok diterapkan buat yang lebih muda, karena yang lebih muda tersebut lebih memerhatikan apa yang kita omongkan. Untuk yang lebih tua (cocok juga untuk yang lebih muda), sebaiknya memakai keteladanan, karena yang lebih tua itu biasanya kurang suka apabila diceramahi oleh yang lebih muda.
Insya Allah, semua itu ada jalannya, apabila kita berusaha untuk tetap berada di jalan Allah alias istiqamah.
Iya kan?
Wassalamualaikum!

Tidak ada komentar: