Sabtu, 01 September 2007

Amar Ma’ruf Nahi Munkar (QAWAT edisi ke-26)

Assalamualaikum akhwat IC!
Alhamdulillah, jumpa lagi di hari Jumat yang penuh berkah ini! Setelah melewati satu minggu yang “berat” (bagi yang kelas XII berat beneran, bagi yang kelas X dan XI… tahu kan “berat”-nya kayak apa? Hehehe…), kita masih bisa berkumpul lagi, buat sama-sama berbagi info tentang dunia keislaman khusus buat akhwat IC yang cantik-cantik! Hehehe… rada gombal sedikit sih! Tapi ga apa-apa ngegombal, yang penting akhwat IC tetap baca Qawat!
Oya, saran, kritik dan artikelnya (syukur-syukur ada yang mau kasih layout juga), tetap redaksi Qawat tunggu dengan tangan terbuka, lo (bonus: senyuman manis)! Ga usah malu-malu! Qawat ada sebagai wadah kalian berapresiasi dalam masalah keislaman. Jadi, bagi yang punya kemampuan seperti yang tadi udah disebutkan, sok atuh, kasih aja ke kita. Kalo dimuat kan lumayan, karya kita terdokumentasi en kita punya kenang-kenangan. Untuk info lebih lanjut, bisa menghubungi anggota Divisi Imtaq yang akhwat. Come on, gals! It’s your show time!
BTW, pasti anak IC udah pada ga asing lagi dong, sama yang namanya dakwah? Istilah dakwah kerap kali disebut sebagai sarana penyebaran dan pengembangan agama Islam. Sama kayak kristenisasi dong? Eits, entar dulu! Kalo kristenisasi kan (yang pernah Qawat baca di media massa) ada unsur pemaksaannya. Kalo dakwah?
Let’s check it out together!

Kembali ke Fitrah Manusia
Akhwat IC yang pintar binti cerdas ini, pasti masih pada ingat dong, sama enam hak seorang Muslim kepada Muslim lainnya? Salah satunya memberi nasehat kan? Nah, itu dia, dakwah itu merupakan manifestasi (aduh bahasanya!) atau perwujudan dari prinsip tersebut.
Secara riil, kalo ada saudara dan saudari kita yang seiman melakukan suatu perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama Islam, kita WAJIB BANGET mengingatkan dia, kalo perbuatan itu ga benar, udah menyimpang.
Berlaku kebalikannya, seandainya kita diingatkan oleh teman kita tentang perbuatan kita yang jelek, kita harus menerima hal tersebut dengan hati yang lapang. Terima aja, kalo kita ga sempurna, sebagai manusia normal.
Kenapa terjadi saling mengingatkan seperti itu? Yang pertama, karena itu adalah hak Muslim yang harus ditunaikan oleh sobatnya seiman. Jika ada hak, pasti ada kewajiban, kan? Makanya, bagi yang mengingatkan, hal itu adalah sebagai kewajiban. Yang kedua, karena kita bersaudara. Rasa apa yang harusnya timbul kalo kita bersaudara, hayo? Pastinya rasa memiliki dan rasa sayang. Rasa memiliki sesama saudara agar tetap bersama-sama di jalan yang lurus dan ga terpisahkan dalam berjihad di jalan Allah. Sedangkan rasa sayang supaya saling menjaga, biar ga ada yang jatuh ke jurang dosa.
Lo, untuk pemeluk agama lain gimana? Kita wajib mengajak mereka ga, kalo Islam tuh agama yang benar?
Sebenarnya bukan mengajak, tapi lebih tepatnya mengingatkan. Kan udah pada tahu juga dong, kalo setiap bayi yang keluar dari rahim setiap ibu tuh suci. Dan yang lebih penting, waktu di alam ruh, sama Allah mereka udah diambil sumpahnya, bahwa Allah adalah tuhan mereka. So, sejatinya bayi-bayi itu lahir dengan agama Islam. Orang tualah yang menyebabkan mereka Yahudi, Nasrani atau Majusi. Intinya, kita mengingatkan mereka untuk kembali ke fitrahnya semula, sebelum mereka dilahirkan ke dunia.
Diingatkan boleh. Cuma, caranya yang hasan, yang baik. Coba kita lihat kasus kristenisasi yang semakin marak di Indonesia.
Kristenisasi biasanya terjadi di daerah yang miskin atau di daerah bencana. Kita ambil contoh, kristenisasi yang terjadi di daerah yang kelaparan. Penduduk setempat bakal dikasih makan kalo mereka dibaptis dulu sama ikutan misa di Gereja. Kalo mereka ga ikut, mereka ga bakal dikasih makanan. Makanya, kita juga sering dengar yang namanya menggadaikan iman demi sesuap nasi.
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, punya cara yang lebih elegan dalam berdakwah. Bagi Islam, menolong orang, ya menolong aja, ga usah pake syarat apa-apa. Emang betul, dengan menolong orang, kita juga sekalian menyiarkan Islam. Namun, cara menyiarkannya itu dengan memperlakukan orang yang kita tolong dengan baik, ramah tamah dan lemah lembut. Dengan begitu, secara ga langsung orang yang kita tolong melihat keindahan Islam yang tercermin dari perilaku kita tadi. Kalo orang yang kita tolong masuk Islam karena melihat sikap kita, ya syukur alhamdulillah. Kalo ga, yo wess, ga apa-apa, ga usah dongkol. Niat kita kan lillahi ta’ala tulus membantu orang yang tertimpa musibah. Masalah hidayah itu urusannya Allah. Yang penting bagi kita, kita udah berdakwah dengan cara yang baik dan ga dengan paksaan.

Cara Berdakwah
Ini juga kayaknya udah basi banget. Tapi ga apa-apa, Qawat munculkan lagi supaya bisa me-refresh pikiran kita yang punya hobi lupa ini.

Menjadi Teladan
Menjadi teladan tuh gampang-gampang susah. Lo, kenapa Qawat ga tulis susah-susah gampang? Kalo ditulis susah-susah gampang, nanti akhwat IC bakal membayangkan susahnya dulu lagi! Terus jadi ilfeel. Padahal, kita kan dalam memulai sesuatu harus menumbuhkan jiwa optimis dalam diri kita!
Gampang sebenarnya jadi teladan itu. Asal ada kemauan dan niat di dalam diri manusia kan, semua bisa. Kesusahan alias hambatan, di mana-mana juga ada. Hambatan tuh ada dua, hambatan untuk memulai dan hambatan ketika berproses. Yang Qawat mau bahas di sini Cuma hambatan waktu mau mulai aja, ok?
Hambatan waktu mau mulai. Hmm… kita biasanya males buat mulai sesuatu tuh karena banyak alasan sih. Salah satunya karena ga punya teman seperjuangan. Ga ada yang senasib sepenanggungan, ga ada yang menyemangati buat sama-sama jadi teladan.
Kalo semua orang kayak gini, siapa yang bakalan jadi teladan nantinya? Kalo Nabi Muhammad berpikir kayak kita sekarang, kita ga bakal punya teladan hingga saat ini.
Be a pioneer! Jangan takut dijauhi sama teman, kalo kita berada di tempat yang benar, sesuai dengan tuntunan Islam. Mendingan mana hayo, dijauhi sama teman apa dijauhi sama Allah kekasih kita?

Memberi Nasehat
Hmm… Qawat kayaknya baru bisa sampai pada tahap ini. Hehehe… bukan berarti ga berusaha jadi teladan lo…
Adakalanya kita merasa, banyak sikap yang kurang baik bertebaran di sekitar kita. Ya, kita sebagai manusia yang bernurani, mempunyai teriakan di dalam hati kecil kita. Perbuatan si A ga baik, perbuatan si X ga sesuai dengan ajaran Islam. Namun kadang kala (sering malah), kita kerap kali membiarkan hal itu berlanjut tanpa berusaha untuk mengingatkan.
Alasan yang biasa dikemukakan sih klasik-klasik juga. Diri sendiri belum betul, ngapain kita menasehati orang lain? Nanti, kita dicap sebagai orang yang munafik lagi!
Emang sih, Allah ga suka sama orang munafik. Apalagi sama orang yang ga mengerjakan apa yang ia katakan. Tapi, diam melihat kebathilan di sekitar kita (sementara kita masih mampu bertindak secara nyata), Allah juga kurang senang lo! Lantas, kita harus gimana dong?
Gals, coba kita ambil jalan tengahnya. Ketika kita mengingatkan orang, itu berarti kita juga sedang mengingatkan diri kita juga. Jika pada kenyatannya kita belum berbuat apa yang kita katakan, mulai berusaha untuk mengubahnya sejak saat itu.
Gimana kalo ada yang berbuat sebaliknya. Ada orang menegur kita, tapi dia sendiri ga sadar, kalo kelakuan dia lebih parah dari kita? Kita ga perlu semprot dia untuk introspeksi. Dengarkan aja, kritikan dia buat kita. Setelah selesai, kita bisa balik perkataannya ke dirinya sendiri dan sama-sama berintrospeksi.

Buat Orang yang Merasa
Ada cerita tentang seseorang. Dia melakukan hal yang menyimpang. Teman-temannya yang merasa gerah mulai merasa ga nyaman dengan dirinya. Karena orang ini lumayan perasa, dia tahu kalo teman-temannya itu mulai menjauh darinya. Alih-alih berubah, dia malah bilang, kalo apa yang ia perbuat itu urusan pribadinya. Selama dia ga mengganggu urusan orang lain, seharusnya orang lain juga ga perlu mengobok-obok masalahnya. Nah, caranya gimana tuh, buat menghadapi orang seperti ini?
Menurut Qawat, meskipun urusan pribadi, kalo emang udah menyimpang, ya harus tetap diingatkan kepada si pelaku, perbuatannya tuh ga baik. Misalnya kayak zina. Zina itu kan ga ganggu siapun dan ga merugikan siapa-siapa kalo dilakukan. Dampaknya Cuma dirasakan sama si pelaku. Tapi, kenapa zina tetap ada hadd-nya dalam Islam, bahkan di dalam hadd disebutkan bahwa pelaku zina yang sedang/pernah berkeluarga (termasuk janda atau duda) dirajam sampai mati? Itu salah satu urusan pribadi juga kan? Kenapa hukum Islam berlaku hingga persoalan pribadi?
KARENA ISLAM MENGURUSI SEGALANYA. Sama, kalo ada urusan pribadi yang membuat orang lain ga nyaman, di dalam Islam pelakunya harus ditindaklanjuti, supaya balik lagi ke jalan yang benar.
Lagipula, tadi di atas kan udah disebutkan juga, kalo nasehat itu perwujudan dari rasa sayang sesama saudara, supaya saling menjaga, biar ga ada yang terjerumus. Jika orang merasa gerah dengan apa yang kita lakukan, itu tandanya orang masih perhatian dengan kita. Masih peduli dengan apa yang kita lakukan. Coba kalo mereka diam aja. Apa mau, kita diacuhkan sama teman kita sendiri?
Bagi si pelaku yang ditegur, emang kurang enak juga sih, urusan sendiri kok (rasanya) orang lain ikutan mengatur. Padahal, it’s my life! Terserah kita, mau ngapain aja, asal orang lain ga rugi, ga ada salahnya lagi!
Bagi yang merasa seperti yang barusan Qawat katakan, dipikirin lagi tuh, prinsipnya! Kita kan hidup di IC yang insya Allah, kalo ada yang menegur kita, berarti dia masih peduli sama kita. Beda sama artis-artis di luar yang bakal ditegur sama infotainment kalo punya skandal aja. Dan skandal itulah yang dicari buat menaikkan rating acaranya.
Mumpung masih di IC, kalo ada yang menegur, dinikmati aja, ok? Insya Allah, tujuannya masih baik kok!
Selamat berdakwah!
Wassalamualaikum!

Tidak ada komentar: