Sabtu, 01 September 2007

Lisanmu Pedangmu (QAWAT edisi ke-2)

Assalamualaikum!
Alhamdulillah, akhwat IC udah melewati TB 1 di tahun ajaran yang baru! Bagi kelas X, mungkin ini pengalaman yang pertama yaa… kalian TB di IC. Tapi bagi yang kelas XI dan XII… hehehe… kayaknya udah basi tuh yang namanya TB alias udah bukan hal yang spesial lagi. Hmm… tapi tetep aja nih, deg-degan nunggu hasilnya. Moga-moga bagus deh hasilnya, redaksi Qawat doakan.
Di hari yang penuh berkah ini, Qawat ingin mengulas tentang lisan atau, makna yang lebih tepat, perkataan. Selama ini kan kita (yang akhwat dong, pastinya!) sering diidentikkan dengan tukang gosip, tidak hanya oleh yang ikhwan, namun hampir semua akhwat juga mengakui bahwa kaumnya itu suka ngomongin orang.
Tapi, apakah yang namanya penyakit lisan itu Cuma ghibah alias ngegosip aja? Wow, tentu tidak! Ternyata lidah kita itu pandai bersilat. Ia punya jurus-jurus yang ampuh untuk menyinggung lawan bicaranya. Apakah kita sering menyadari bahwa lisan kita itu menyakitkan? Nah, bagi yang ngerasa sering menyinggung hati orang dengan lisannya, cepatlah bertaubat sebelum terlambat!!

Dari Lisan Turun ke Hati
Ada pepatah yang bilang kalo dari mata turun ke hati. Tapi, redaksi Qawat mau bikin istilah baru nih, bunyinya dari lisan turun ke hati. Ehem, rada plagiat ya? Eh, bentar dulu! Pepatah baru ala Qawat itu emang bener kok, sama benernya kayak pepatah yang pertama! Mau bukti? Boleh! Hehehe… tapi simak penjelasan ini dulu ya!
Lisan kita sebenarnya di hasilkan oleh pergerakan lidah di dalam mulut kita. Gals, ternyata biarpun lidah itu daging tak bertulang, namun sanggup menandingi sakitnya tulang kering apabila dipukul. Lihat aja tuh, Mak-nya Malin Kundang sampai-sampai mengutuk anaknya jadi batu gara-gara ga mau mengakui ibunya yang miskin di depan istrinya. Itu emang dongeng sih, yang kebenarannya ga diketahui secara pasti. Namun, dari cerita di atas kita tetap bisa mengambil ibroh bahwa lisan itu bukanlah hal yang patut untuk dipermainkan, melainkan untuk dijaga supaya bermanfaat dan menghasilkan pahala di sisi Allah.
Lo, berarti kalo kita bercanda bareng temen itu ga boleh dong, kan lisan ga boleh dipermainkan?
Bercanda ga apa-apa. Rasul itu seneng bercanda lo, sama sobat-sobat karibnya. Bedanya, Rasul bercanda itu yaa… ga nyinggung siapa-siapa. Beda banget sama kita sekarang yang suka bikin kekurangan orang lain itu jadi bahan tertawaan, sehingga orang itu tersinggung dan menjauh dari kita. Padahal, tujuan dari bercanda itu kan sebenarnya untuk mencairkan suasana agar tidak terlalu kaku dan agar orang itu dekat dengan kita. Eh, tapi karena cara bercandanya kita yang salah, dia jadi sakit hati dan memilih untuk menjauh.
Supaya lisan kita ga salah ngomong terus, Qawat mau memberi akhwat IC sesuatu yang, insya Allah, berharga yaitu macam-macam penyakit lisan supaya kita bisa mengenalinya sebelum kita terlalu jauh.
Hayu, sok atuuuh!!!

Ghibah a.k.a Gosip
Ayo ngakuuu!! Pasti kita pernah dong nge-ghibah-in orang, baik sadar maupun tidak sadar. Yaa… awalnya sih Cuma curhat ke teman doang. Tapi lama-lama kok, makin lama makin menjurus gitu dan jadi memberitahu kejelekan orang tersebut yang seharusnya orang lain ga perlu tahu.
Qawat tahu sih, perasaan akhwat IC kalo lagi curhat. Pasti sedih dan mellow banget ya, sehingga harus membagi kesedihan itu dengan orang lain. Mm… biar seenggaknya bisa rada lega, kalo udah cerita ke orang.
Tapi, (ada tapinya nih!) selagi curhat itu, ceritain apa yang lagi akhwat IC rasain aja, jangan sampai buka-buka aib alias kejelekan si oknum. Meskipun rata-rata emang lagi ga sadar waktu nyeritain (saking keselnya sama orang tersebut mungkin), namun ada baiknya kita tetap mengontrol lisan kita untuk tidak mengumbar aib. Kan kita curhat salah satu tujuannya biar mendapatkan pencerahan dan saran dari teman tentang maslah yang sedang kita hadapi. Ya udah, ceritain masalah yang itu aja, ga usah merembet ke yang lain.
Ada lagi, ghibah itu terjadi saat kita sedang ngumpul bareng teman kita di kamar. Karena kehabisan topik untuk diperbincangkan, jadilah kita merembet ke masalah pribadi seseorang. Ya udah deh, satu majelis tahu aibnya dia.
Ghibah jenis di atas termasuk ghibah yang paling sulit dihindari. Iyalah, tanpa sadar, kita masuk ke perbuatan tercela tersebut (=makan daging bangkai saudaranya sendiri) dan sulit untuk mencegahnya serta melepaskannya. Kenapa? Karena yang berbuat itu adalah teman kita sendiri dan kadangkala kita merasa ga enak untuk menegur.
Di tengah situasi seperti itu, kalo kita benar-benar ga sanggup menegur, ya tinggalkan aja majelis itu dengan suatu alasan. Atau kalo terpaksa harus di situ, keep praying and stay cool! Jangan ikut-ikutan pembicaraan tersebut, selagi kita mampu untuk menghindarinya.
Bentuk ghibah yang lain adalah berupa tayangan infotainment yang suka dijejali oleh stasiun TV saat kita sedang libur. Di tayangan infotainment itu, kadang-kadang sering diberitakan isu-isu yang belum pasti kejadiannya namun telah disebarluaskan. Berita tersebut dicap sebagai “Berita terhangat dan terkini di dunia selebritis”.
Friends, kita patut prihatin. Kenapa? Karena justru hal yang seperti itulah yang disukai oleh khayalak ramai. Perceraian, perselingkuhan bahkan hamil di luar nikahnya sesosok selebritis justru dinanti-nantikan oleh penonton. Padahal, berita tersebut belum diketahui faktanya secara lengkap.
Qawat pun bertanya-tanya, apakah pantas berita tentang perselingkuhan ditayangkan di TV yang notabene ditonton oleh adik-adik kita di rumah? Apakah pantas isu perceraian yang belum terbukti diberitakan di media massa ke seluruh Indonesia? Bagaimana jika perceraian itu benar-benar terjadi karena isu tersebut, padahal sebelumnya rumah tangga orang itu harmonis? Bagaimana jika penilaian orang terhadap dirinya menjadi turun karena kabar angin belaka?
Akhwat IC, betul kan, rasanya emang ga pantas membuka aib orang ke orang lain? Bayangkan, kalo kita yang terkena ghibah seperti itu, lantas kita mau berbuat apa? Hilangnya kepercayaan orang terhadap diri kita menjadi sebuah keniscayaan dan akan susah mengembalikan kepercayaan itu.
Ayo kawan! Belajar untuk ga berghibah yuk! Mudah-mudahan, Allah mendengar bisikan hati kecil kita dan memberikan pahala yang setimpal, sesuai dengan apa yang ditulis Rakib di sisi kanan kita.

Mengejek Orang a.k.a Ceng-cengin
Ketika kita ga suka sama seseorang, pasti dong, kita ngerasa dongkol banget sama orang tersebut. Kita jadi lebih suka mengejek orang itu daripada memujinya (ya iyalah!). Padahal, kita semua tahu kan, kalo mengejek orang itu ga baik, entah mengejek dari segi fisik ataupun dari segi prilaku.
Nah, di bumi IC ini, kayaknya makin menjamur tuh hal yang seperti itu. Saat kita merasa ga setuju dengan prilaku orang tersebut, lisan kita dengan gampangnya menghakimi dia dan mengata-ngatai orang itu di depan publik. Hmm… coba deh kalo hal tersebut dikembalikan kepada diri kita. Apakah kita mau dibegitukan?
Ada juga yang mengejek atau ceng-cengin orang dengan tujuan awalnya untuk melucu. Ya, pertamanya sih, kita mengatai si Fulanah, misalnya, Cuma sebagai lelucon. Tapi, karena kebiasaan, jadi berlanjut deh sikap buruk tersebut.
Gals, kalo kita ga suka sama kelakuan seseorang, ada baiknya di simpan dalam hati aja, ga usah mengejek dia dengan sedemikian rupa. Nanti, setelah menemukan kesempatan untuk berbicara, ungkapkan aspek-aspek yang ga kamu suka dari orang tersebut. Insya Allah, itu lebih baik daripada kita mengejek dia.
Hmm… emang, kalo kayak gitu caranya butuh kelapangan hati yang besar, supaya ga cuma bisa nurutin kemauan hati yang maunya mengejek terus. Yang jadi masalah adalah, setelah kita menegur dengan baik-baik tapi orang itu tetap ga mau berubah, gimana ya?
Akhwat IC, hakekat kita sebagai manusia adalah sebisa mungkin berusaha mencegah kemungkaran di muka bumi. Akan tetapi, yang menentukan akhir segalanya tetaplah Allah. Kalo teman yang telah kita ingatkan tetap berlaku seperti sebelum kita tegur, hal terakhir yang bisa kita lakukan adalah berdoa kepada Allah supaya membukakan hatinya, karena Allah-lah Sang Pembolak-balik Hati hambanya.

Riya’ a.k.a Mengumbar Kebaikan
Sees Rahimakumullah (ini katanya Pak Ipik), kecelakaan yang sering menimpa lisan kita adalah riya’ atau memamerkan kebaikan kita sendiri di hadapan orang lain. Kita emang mungkin ga sadar saat riya’, namun orang lain yang mendengarnya akan merasa risih kalo kita suka mengumbar kebaikan pribadi.
Ada cerita nyata tentang dua orang teman. Salah satu dari mereka meminta diajari tentang sesuatu kepada teman yang lain. Teman tersebut memang mengajarkan, namun di sela-sela waktu belajar, teman yang tadi bilang, “Ah, kamu ga bisa sih kayak aku. Payah banget sih!”
Teman yang minta diajarkan merasa hatinya tertusuk-tusuk dihina seperti itu. Ia mengerti, bahwa mungkin temannya Cuma bermaksud bercanda. Tapi, dirinya tidak bisa menerima perlakuan seperti itu. Coba kalo akhwat IC mengalami hal seperti itu. Hmm… pasti dalem banget yaa…
Akhwat IC yang baik hati, Qawat yakin kita ga mau itu terjadi dengan kita dan teman kita. Nah, lagi-lagi kuncinya dengan menjaga lisan kita kan?
Gals, karakter setiap orang itu ga sama. Kita sebagai muslimah sejati harus bisa memposisikan diri kita di mata kita. Itu emang bukan tuntutan yang ringan. But, kita bisa kok! Jadi, kalo kita bertemu dengan orang yang rame, pasti omongan kita bakalan beda dengan orang yang kalem.
Begitu pula dengan bercandaan yang menjurus ke riya’ tadi. Kita harus sadar, kita sedang berbicara dengan siapa. Kalo kita sedang berbicara dengan orang yang perasa, maka sebaiknya kita tidak melemparkan lelucon seperti itu. Mungkin, keadaannya akan jauh berbeda jika kita berbicara dengan orang yang cuek dan pembawaannya santai, dia akan menganggap candaan kita adalah candaan biasa yang ga perlu dipikirkan terlalu jauh.

Akhwat IC, sekian dulu aja nih edisi Qawat kali ini, semoga kebiasaan buruk kita dalam bertutur kata dapat berkurang dan berkurang sehingga suatu hari nanti dapat mencapai titik paling minim yang dapat kita raih untuk menggapai Allah di akhirat nanti.

Wassalamualaikum!

Tidak ada komentar: