Sabtu, 01 September 2007

Sabar dan Syukur (QAWAT edisi ke-12)

Assalamualaikum akhwat IC!
Alhamdulillah, kita sepatutnya bersyukur kepada Allah karena telah diberi nikmat kesempatan untuk bertemu lagi di minggu UAS ini! Wuaahh… akhirnyaa… sampai juga kita ya di penghujung semester ganjil ini! Selama 6 bulan ini, apa aja ya, yang udah kita kerjakan, baik yang terpuji maupun yang tercela? Terus udah seefektif apa kita memanfaatkan waktu yang ada? Buat belajar atau berleha-leha? OK, kayaknya akhwat IC udah pada tahu jawabannya semua yaa… hehehe…
Nah buat minggu UAS ini, gimana kalo kita membahas tentang sabar dan syukur aja? Kenapa Qawat mau membahas ini? ‘Coz ternyata Qawat lihat, masih banyak yang udah mengerti secara esensi alias harfiah, tapi aplikasinya masih kurang, bahkan belum menunjukkan rasa sabar dan syukur itu. Padahal, kalo akhwat IC tahu, sabar dan syukur itu modal awal kita dalam mengarungi kehidupan ini (cieee…). Iyalah, coba kalo ga sabar, pasti banyak di antara kita yang udah keluar dari IC saat ini karena ga tahan sama kondisi yang ada. Begitupula kalo kita ga bersyukur, kata “alhamdulillah” itu mungkin udah ga ada lagi di muka bumi dan ga bakalan ada lagi doa-doa yang kita panjatkan selepas shalat.
Dalam menghadapi UAS juga gitu! Kita butuh banget kedua amunisi ini, baik ketika belajar, ketika UAS-nya itu sendiri maupun ketika melihat hasil dari UAS. Ada yang kecewa, yang dituntut untuk bersabar tapi ada juga yang senang, diharuskan untuk bersyukur. Namun kenyataan emang ga semudah teori. Banyak dari kita yang kalap ketika menghadapi kedua kondisi di atas. Yang gagal ya merasa sedih berkepanjangan, yang senang malah hura-hura ga karuan. Padahal, sesuatu yang berlebih-lebihan itu Allah ga suka juga lo…

Separuh dari Iman
Akhwat IC, karena kalian adalah akhwat cendekia (halah!), pasti ada yang pernah dengar deh ungkapan seperti ini, kalo sabar dan syukur itu adalah separuh dari iman. Why? Kenapa ya, kok bisa sabar dan syukur itu separuh dari iman? Apa yang spesial dari mereka? Qawat mau coba jawab nih! Insya Allah, pengetahuan kalian bertambah deh setelah baca ini!
Ehem, kembali ke permasalahan. Jadi gini, akhwat IC sebagai Muslimah kan pasti memeluk satu agama. Ada yang tahu? Ya benar Islam. Ada yang tahu Islam itu arti asalnya apa? Apa? Ga ada yang tahu (hehehe… bercanda!)? Nih, Islam itu artinya “pasrah”. So, Muslim dan Muslimah itu dikatakan sebagai “orang yang pasrah”. OK, kita tebak-tebakan lagi! Arti iman ada yang tahu? Yup, secara bahasa iman artinya “percaya”. Jadi, Mu’min itu artinya apa? Ya, udah pasti “orang yang beriman” dong! Sip! Lulus, ga usah remedial! Hehehe…
Ya, sekarang mari kita gabungkan keduanya. Pasrah, kalo kita menilik lebih jauh, kita adalah orang-orang yang memasrahkan diri kita kepada Allah semata. Bagi kita, ga ada tempat lain buat kita untuk memasrahkan diri selain Allah. Sebab Allah-lah tempat kita bergantung dan mengadu akan kehidupan kita.
Sementara itu di dalam Islam, kita diajarkan untuk percaya kepada 6 hal utama dan yang paling pertama adalah percaya kepada Allah. Allah-lah tuhan kita, Allah-lah tempat bermula dan Allah-lah tempat berakhir dari segala yang fana di dunia ini.
Intinya, pasrah kepada Allah tanpa percaya sama Allah itu ga bisa! Beneran ga bisa! Lah, gimana bisa kita mau memasrahkan diri sementara tempat kita untuk berpasrah aja ga jelas. Sama, ga mungkin banget terjadi kita percaya akan adanya Allah dan ketentuan-ketentuan-Nya tapi kita ga mau pasrah terhadap apa-apa yang telah dibuat-Nya tersebut, padahal kita kita tahu kita hanyalah makhluk yang lemah, yang ga punya kuasa apa-apa. Itu namanya kita belum percaya sepenuhnya akan janji-janji Allah, meskipun kita tahu janji-janji Allah itu ga pernah bohong.
Sabar dan syukur itulah indikatornya! Kalo misalnya kita bersabar ketika kita susah, secara otomatis pasti kita akan pasrah, tapi akan sulit jadinya kalo kita disuruh untuk percaya. Contoh, kalo orang terkena musibah, ia pasti lebih gampang untuk merasa pasrah dan ga berdaya tapi justru sulit untuk membuat ia percaya bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Kebalikannya, kalo orang lagi senang, lulus TB ga ikut remedial for example, ia akan lebih mudah menerima bahwa Allah memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya namun sukar baginya untuk berpasrah kepada Allah (dalam hal ini bersyukur) dan berkata bahwa ini semata-mata adalah kehendak Allah. Orang yang seperti itu dinamakan kufur nikmat, seperti Fir’aun yang mengatakan bahwa kejayaannya adalah hasil kerja kerasnya sendiri karena ia mengangkat dirinya sendiri sebagai tuhan. Naudzubillahi min dzalik…

Kok Sulit ya?
Gals, jadinya udah pada tahu kan kenapa sabar dan syukur itu merupakan separuh dari iman? Agak ribet sih penjelasannya! Tapi penjelasan di atas insya Allah udah Qawat sederhanakan kok! Mudah-mudahan aja pada ngerti semua, hehehe…
Setelah kita tahu bahwa sabar dan syukur itu sangat penting dalam kehidupan kita, lanjut ke penerapannya dalam kehidupan sehari-hari!
Setiap Qawat dengar cerita orang yang berkeluh-kesah tentang keadannya yang sekarang, Qawat jadi mikir, bahwa situasi apapun yang diberi ke manusia itu pasti ga ada yang benar-benar memuaskan manusia. Pernah suatu ketika, Qawat dapat dua curhatan dari dua teman yang berbeda dalam jeda waktu yang ga terlalu lama. Yang satu bilang kalo ia merasa kurang puas dengan nilainya yang sekarang, padahal nilainya tersebut ga mengharuskan dia untuk ikut remedial. Satunya lagi berkata bahwa dia depresi dengan nilainya yang sekarang, yang remedial terus walaupun dia udah belajar dengan serius dan mati-matian.
Qawat jadi geli sendiri, ternyata sabar dan syukur itu ga segampang teori. Benar-benar ga mudah untuk melaksanakannya, karena bertentangan dengan nafsu kita yang inginnya selalu meminta lebih.
Seperti yang juga kita udah tahu bersama bahwa nafsu kita itu perlu dikontrol. Nafsu apa aja, mulai dari nafsu marah, nafsu makan, nafsu harta, apa aja! Nah, untuk nafsu yang satu ini, pengontrolnya adalah sabar dan syukur.
Bayangkan aja, kalo misalnya di dalam diri kita benar-benar ga ada sama sekali yang namanya sabar dan syukur. Setiap hari diri kita ini bakalan dihantui rasa cemas karena diri kita merasa ga cukup dengan apa yang kita punya. Hidup ga enak, tidur pun ga tenang karena memikirkan bagaimana kita harus terus menambah yang kita punya.
Berbeda dengan orang yang memiliki rasa sabar dan syukur yang ikhlas. Meskipun ia tetap ingin yang lebih namun ia yakin bahwa di atas semuanya ada yang mengatur. Sehingga hidupnya tenang dan merasa cukup. Apabila ia diberikan sesuatu yang ga enak menurut dia, maka ia akan bersabar dan terus berusaha untuk mendapatkan apa yang ia mau dengan berkeyakinan bahwa Allah pasti akan mengubah suatu kaum apabila kaum tersebut mengusahakan perubahan itu. Pada akhirnya, hatinya menjadi tenang dalam berikhtiar karena percaya akan janji Allah tersebut. Orang seperti ini bisa berikhtiar sekaligus menikmati hidup dengan ketentraman hati dan jiwa.
Susah? Ya emang susah. Makanya, kalo ada orang yang benar-benar bersabar dan bersyukur, wah… two thumbs up deh! Salut! Keren banget! Kalbunya tentram sebab ia telah mendapatkan separuh iman, sementara iman adalah apa-apa yang harus kita percayai dalam menempuh kehidupan dunia dan akhirat. Akhwat IC pasti mau dong, jadi orang seperti ini?

Jalan Terjal ke Surga
Sabar dan syukur… hmm… rasanya sejuk banget kalo hati kita benar-benar diliputi keduanya. Wuiihh… hati kita bakal cool meskipun berbagai kondisi dan situasi menimpa kita.
Friends, tapi yang namanya setan, kayaknya ga kurang kerjaan tuh, godain manusia terus. Namanya udah bersumpah dari zaman baheula alias dari zaman Nabi Adam, ya dia bakalan ganggu kita hingga hari kiamat tiba buat mengumpulkan teman yang bakalan menemani dia di neraka kelak. Makin tinggi keimanan dan ketaqwaan seseorang, makin canggih juga yang mau menggoda orang tersebut! Jangan salah lo! Yang godain kyai-kyai itu ga sama dengan yang godain preman pasar. Seperti kata pepatah, makin tinggi pohon, makin kencang anginnya, gitu!
Apalagi orang seperti kita ini, masih perlu banyak belajar untuk bersabar dan bersyukur. Masih banyak yang harus kita lalui untuk membuktikan diri kita di hadapan Allah bahwa kita adalah orang yang tangguh dalam ketaatan kepada-Nya. Masih terlalu dini bagi kita untuk menganggap diri kita itu udah sabar dan syukur.
Kalo ada yang bilang bahwa kesabaran udah mencapai batasnya, berarti orang tersebut harus introspeksi, harus muhasabah lebih sering lagi. Harus merenungi sifat-sifat Allah yang terus membuka pintu maaf dan ampunan bagi hamba-hamba-Nya yang berbuat dosa. Padahal, dosa yang dilakukan kita kan ga sedikit. Tapi Allah masih terus membuka pintu ampunan-Nya, maghfirah-nya, bahkan di saat-saat tertentu pintu itu terbuka dengan sangat lebar. Seperti di 2/3 malam terakhir di mana merupakan waktu yang mustajab dalam berdoa, kita bisa minta ampun sama Allah atas dosa-dosa kita selama ini. Ada lagi Islamic Great Sale di bulan Ramadhan yang bisa mengalahkan pamornya Singapore Great Sale apalagi Jakarta Great Sale. Semua orang yang memeluk Islam di seluruh dunia datang berbondong-bondong mensucikan diri di bulan ini. Coba, gimana lebih ga menggiurkan dari SGS dan JGS kalo semua semua dosa kita dihilangkan? Ga pake persentase, semua dibabat habis, bo!
Inilah yang seharusnya menjadi bahan perenungan kita. Di tengah hingar-bingar keramaian, di dalam pergaulan kita dengan sesama teman, dengan padatnya aktifitas kita sehari-hari, apakah kita udah termasuk orang yang bersyukur lahir dan batin? Apakah kita lebih sering mengeluh daripada menyebut “alhamdulillah”? Apakah hati kita masih diliputi dengan rasa iri dengan keberuntungan orang lain? Entahlah, tapi Qawat yakin, jalan kita masih panjang, masih banyak yang belum kita tahu dan kita masih harus terus belajar. Dan walaupun apa-apa yang kita mau belum semua kita dapatkan, minimal bersyukurlah karena kita masih diberikan kesempatan untuk bersyukur.
So, bersabar dan bersyukurlah!
Selamat menempuh UAS!
Fa inna ma’al ‘usri yusra
Inna ma’al ‘usri yusra

Wassalamualaikum!

Tidak ada komentar: